Sebenarnya
tulisan ini sangat tidak tepat untuk diterbitkan saat ini (atau mungkin malah
sangat tepat) mengingat momen Pemilihan Gubernur Sumatera Barat yang tinggal
menghitung hari. Saya mengisahkan cerita ini bukan karena saya bagian dari
timses ataupun saudara kandung dari nama yang menjadi judul tulisan ini. Hanya
saya pernah menjadi pendamping terdekat sosok ini ketika berdinas. Kalau saya
boleh ibaratkan, jarak maksimal saya dengan orang ini hanya satu lengan.
Ya,
Fauzi Bahar. Mungkin ada pertanyaan, dari sekian banyak nama tokoh dan mungkin
pahlawan nasional, kenapa saya memilih untuk menulis nama ini. Alasannya
sederhana, karena dia orang yang paling saya kenal dibandingkan tokoh-tokoh
lain, khususnya di Sumatera Barat ini, lagipula saya ikut mendampingi beliau
ini lebih kurang selama lima tahun lamanya. Oleh karena itu saya bisa menulis
dan bercerita panjang lebar mengenai sosok satu ini, dan itu otentik karena
memang saya bagian dari sejarahnya. Mungkin akan sama nilainya ketika Mangil
ataupun Mauli menulis tentang Bung Karno.
Suatu
ketika saya pernah mengatakan kepada Fauzi Bahar untuk berhenti berpolitik,
bukan karena saya tidak suka ada pemimpin atau politisi seperti dia, tapi justru
saya menilai tidak ada tempat di politik
untuk politisi seperti dia. Tidak seperti Fauzi yang selalu berpositive
thinking (seperti yang selalu beliau sampaikan), saya cukup mawas dan lebih
oportunis dibandingkan dia. Fauzi Bahar selalu beranggapaan politik adalah
nilai perjuangan yang luhur, dan tidak boleh diganggu ataau dikotori dengan
cara-cara yang tidak baik (mungkin pengaruh latar belakangnya yang perwira
militer dari satuan tempur), sementara ABG zaman sekarang juga tahu kalau tidak
ada yang lurus dari politik.
Mungkin
melalui tullisan ini saya hanya ingin menyampaikan bahwa Fauzi Bahar orang
baik. Seperti yang diakui oleh banyak orang lain jauh di dalam lubuk hatinya.
Hanya saja banyak diantara mereka yang tidak akan berani menyampaikan apa yang
saya sampaikan pada tullisan kali ini hanya karena pada saat ini mereka berada
dalam kepentingan yang berbeda. Beberapa teman saya menyampaikan kepada saya
bahwa “kita harus pandai-pandai”. Mungkin karena mereka beranggapan karir saya
memang hancur lebur seketika begitu Fauzi menyelesaikan masa jabatannya selaku
Walikota Padang. Saya pribadi setuju dengan pesan yang disampaikan oleh
teman-teman saya itu, bahkan mungkin orang tua saya juga akan demikian, namun
ternyata ada perbedaan cara memahami kalimat itu dari diri kami.
Saya
heran, Fauzi yang begitu kenyang mendapatkan “perlakuan” buruk dari
“rekan-rekannya” sesama politisi justru kemudian berakhir sebagai pihak yang kerap dihujat. Sebagian
orang dan media mengatakan dia melakukan fitnah, saya hanya ingin bertanya
apakah tidak ada lagi pemahaman mendasar di dunia ini tentang siapa pelaku dan
siapa korban ? Apakah memang sesederhana itu memutarbalikan suatu kejadian dan
perbuatan ? Pertanyaan lebih lanjut justru semakin membingungkan buat saya,
bahkan sebagai salah seorang yang paling dekat dengannya, saya tidak bisa
memahami kenapa dia tidak “melawan” ? Dia memang bukan seorang ustadz yang bisa
mengeluarkan ribuan ayat dan hadist untuk menunjukan bahwa dia adalah manusia
yang sempurna, namun apakah itu berarti dia layak untuk selalu menerima
tudingan yang secara tidak langsung diarahkan padanya ?
Saya
tidak tertarik pada politik Sumatera Barat saat ini, sangat sedikit nilai etika
dan moral politik yang bisa diambil darinya. Namun saya juga tidak habis pikir
kenapa semua orang yang sebenarnya mengetahui siapa Fauzi justru hanya diam ?
Ya... Sebenarnya saya tidak terlalu heran juga, karena jika dia menyampaikan
fakta sebenarnya mengenai Fauzi bisa saja dia kehilangan jabatannya saat ini.
Saya tidak tahu mana yang lebih buruk, menyampaikan kebohongan atau
menyembunyikan kebenaran, mungkin ahli agama bisa menjelaskan mengenai hal ini.
Saya memiliki banyak sahabat, kawan bahkan mungkin sudah bisa dianggap saudara,
yang sudah lulus dari begitu banyak pendidikan yang bergengsi, namun tidak
satupun dari mereka yang berbicara. Setidaknya menyampaikan hal yang benar
mengenai sosok yang satu ini.
Saya
tidak suka caranya berpolitik yang berpikir semua adalah sahabat, namun
“kekurangannya” dalam berpolitik itu juga tidak layak dijadikan alasan bagi
kita semua yang tahu diam disaat kita melihat dia dihujat atas sesuatu yang
kita semua tahu tidak pernah dia lakukan. Tidak sedikit orang yang tahu siapa yang memfitnah
siapa, baik dia menggunakan seragam ataupun tidak. Tapi memang sudah
sepantasnya orang-orang seperti mereka diam, karena anda tidak bisa berharap
pada “pakaian” seseorang, anda hanya bisa berharap pada karakter mereka. Namun
pertanyaannya, sudah sedemikian hina kah kita selaku orang yang bertugas
memberikan pemahaman kepada masyarakat ? Sehingga menutup mata akan mana yang
benar dan mana yang fitnah ?
Saya
mengenal hampir semua orang dekat Fauzi, mengecewakan melihat bagaimana diamnya
mereka melihat apa yang terjadi pada orang yang dulu pernah membantu mereka.
Jika dunia ini pada akhirnya tidak melihat dan tidak mengetahui lagi mana hal
yang fakta dan mana hal yang fitnah, mungkin sudah sepantasnya kita ikut
menanggung dosa dari orang-orang tidak tahu, karena kita yang tahu justru diam
dan membiarkan mereka dalam kekeliruannya. Masih pantaskah anda menggunakan
seragam yang sejatinya ditujukan untuk mengarahkan, memberi tahu mana yang
benar dan yang salah. Yang benar saja...
Oh
iya mengenai Pilgub, apapun jabatannya baik Gubernur, Bupati ataupun Walikota,
tidak lebih dari sekedar pegawai outsourcing. Bedanya jika pegawai outsourcing
dikontrak selama satu tahun, maka kontrak para pejabat negara itu dikontrak lima
tahun. Tidak pantas rasanya anda diam sementara anda mengetahui perihal yang
sebenarnya. Anda tidak perlu menjadi ustadz untuk menyampaikan sebuah fakta,
sama halnya dengan anda tidak perlu jadi politisi untuk menyampaikan
kebohongan.
Bapak
Fauzi, suatu saat Bapak mengundang mereka untuk menghadiri sebuah acara
peresmian yang megah, memberikannya kesempatan untuk menekan bel dan membuka
tirai, namun pada hari lain sesudahnya mereka akan dengan sangat mudahnya
mengatakan mereka tidak mengetahui acara itu, bahkan mungkin mengatakan tidak
pernah hadir pada jamuan dan penghormatan yang Bapak berikan, kemudian mereka
akan berkisah tentang banyak ayat suci yang mengatakan perbuatan baik lebih
diutamakan daripada membalas keburukan. Bapak tidak perlu heran, karena itulah
politik di zaman sekarang. Tapi saya harap Bapak tetap saja menjadi politisi
yang seperti saat ini, karena selain langka, kehadiran Bapak perlu untuk
menunjukan kepada generasi muda bagaimana cara menjadi politisi yang baik,
walaupun mungkin dalam menyampaikan dan mencontohkannya tidak banyak ayat suci
yang bisa Bapak jual. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk Bapak,
Amin. Salam hormat saya dari seberang.
Pemimpin mempimpin
BalasHapusPengikut mengikuti
Dulu ketika beliau memgikuti apeksi di kota medan. Protokol medan selalu senang membicarakan beliau.. Walikota tergagah dan paling rapih
BalasHapusSyukurlah kalau begitu. Beliau ini memang selalu rapi :) katanya penampilan mencerminkan kepribadian. Kalau bisa share juga ya...
HapusDulu ketika beliau memgikuti apeksi di kota medan. Protokol medan selalu senang membicarakan beliau.. Walikota tergagah dan paling rapih
BalasHapus