Tampilkan postingan dengan label Fauzi Bahar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fauzi Bahar. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Desember 2015

Kepada "Ayahku"



Desember 11th, 2015
Yth.
Ayahku

“Ayahku berlayar !”
“Bravo Papa !”
Ah... rasanya baru kemarin saya mengucapkan kata-kata itu melalui pesawat radio yang terpasang pada bagian bawah dashboard camry hitam itu. Apa kabar Pak Fauzi ? Saya mengikuti sosial media, hasilnya sepertinya sudah sama-sama kita ketahui. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi, tapi saya pun ikut bersedih membaca beritanya. Saya terbawa kepada masa lalu dimana kita juga mengalami hal-hal seperti ini. Pada masa itu kami terlihat lebih hancur dibandingkan anda sendiri, aneh. Tapi saya tahu, rasanya anda hanya memaksa diri anda untuk terlihat seperti itu di hadapan kami. Tapi ketahuilah, itu berhasil.
Anda ingat ketika anda mempromosikan anak buah Yusman Kasim yang merupakan lawan berat anda ketika pemilihan anda sebagai Walikota untuk kedua kalinya ? Pada saat itu ada yang bertanya kepada anda, mengapa anda melakukan itu. Jawaban anda sederhana, “kalau kamu sudah sebesar saya, maka kamu akan mengerti”. Saya rasa Raju dan Sail masih mengingat kalimat dan peristiwa itu.
Anda ingat ketika kita harus menghadapi kerumunan caleg dari partai yang anda pimpin, yang menyatakan ketidakpuasannya atas hasil urutan calegnya ? Seingat saya ada beberapa orang diantara kami saat itu. Kejadian yang cukup langka, karena biasanya ketika saya berdinas, maka Sail dan Andre sedang beristirahat. Tapi pada malam itu, kami semua terjaga di tempat yang sama.
Anda ingat ketika pedagang pasar raya mendemo kita gara-gara kita mencoba mengejar deadline pembangunan pasar raya ? Ah... Crowded sekali saat itu. Raju hampir terkena lemparan batu, Andre bersama saya di luar kendaraan taktis, Sail sibuk menghubungi saya menanyakan situasinya.
Anda ingat ketika kita harus mati-matian berlari di bandara mengejar pesawat yang sudah hampir push back ? Anda memang harus merubah yang satu itu. Kita selalu nyaris ketinggalan pesawat. Abaikanlah dulu beberapa kepala dinas itu ketika anda harus berangkat. Tidak satupun dari mereka yang memberikan kabar Kota Padang akan menerima serangan nuklir.
Anda ingat ketika kita mampir untuk makan sup dalam perjalanan menuju Solok ? Tempatnya sangat sederhana, anak tangganya terlalu terjal, tidak terlalu ideal, tapi harus saya akui langkah anda masih terlihat tegap layaknya pasukan.
Anda ingat ketika ajudan dan driver yang berdinas berhalangan secara bersamaan ? Ketika itu saya langsung mengambil alih kemudi camry hitam itu dan anda menceramahi saya tentang buah-buahan sepanjang jalan dari A Yani sampai ke BIM, sebenarnya dengan jarak sejauh itu, sesungguhnya anda sudah menceritakan sebuah kebun kepada saya. Duduk di kursi ajudan saat itu, Sail, dan dia menikmati setiap  detiknya.
Anda ingat pada hari terakhir kita bekerja bersama di Kantor Balaikota Padang ? Pada masa itu, kantor itu belum semewah sekarang. Ruangan Walikota belumlah seperti sekarang. Kita bekerja hingga pagi. itu hari terakhir anda sebagai Walikota Padang. Malam itu cukup dingin dan anda mengenakan jaket putih. Saya tidak ingat berapa orang yang menemani anda pada saat itu, tapi kalau tidak salah selain saya ada Raju, Sail dan Andre.
Pak Fauzi, saya punya banyak kenangan bersama anda. Bahagia dan sedih juga sudah pernah kami lewati bersama anda. Jika belum ada yang menyampaikan ini kepada anda, maka izinkan saya menyampaikan hal ini, Suatu Kehormatan Bisa Bekerja Bersama Anda. Bagi saya, anda orang yang menjaga kehormatan, sehingga saya pun bisa belajar banyak mengenai kehormatan itu dari diri anda.  
Pak Fauzi jika anda berkenan, mungkin ini waktu yang tepat untuk berhenti dari dunia politik. Anda tidak bisa berharap banyak lagi dari politik. Tidak banyak orang-orang seperti anda dalam politik, oleh karena itu tidak banyak yang bisa anda jadikan sekutu. Anda tidak perlu bercerita mengenai kekecewaan anda kepada saya. Saya bisa melihat sendiri hal itu, dan saya pun tidak akan bercerita banyak mengenai itu dalam surat saya kali ini. Itulah kenyataannya. Saya rasa anda juga tidak akan terlalu heran, karena saya rasa anda lebih mengenal mereka daripada saya.
Pak Fauzi, tidak satupun dari kami tetap menjalin silaturahmi yang baik terhadap anda karena mengharapkan sesuatu. Jika banyak orang bersilaturahmi demi masa depan, maka kami adalah pengecualian. Kami hanya orang-orang yang menghargai masa lalu. Jujur saja, selepas anda melepaskan jabatan Walikota, maka kami tidak punya urusan apa-apa terhadap anda, tapi kami bukanlah seperti manusia kebanyakan. Setidaknya untuk hal yang satu ini, kami bukanlah orang kebanyakan.
Pak Fauzi, menetaplah di seberang sana. Itu lebih baik untuk anda. Mungkin tiba masanya kita akan berkumpul tidak lagi di rumah panggung itu, sementara gading bukanlah tempat yang buruk. Saya punya banyak kenangan baik di sana. Kita bisa berjalan keluar untuk menikmati seafood yang banyak dijajakan di pinggir jalan, minum kopi dan bercerita banyak, baik nostalgia masa lalu, ataupun rencana masa depan. Saya rasa inilah waktu yang tepat bagi kami semua untuk memulai petualangan di tempat yang baru. Bukan tidak mungkin suatu saat yang menjemput anda adalah seorang Direktur Kementerian, seorang Walikota atau seorang Wakil Walikota. Pada saat itu, yakinlah anda akan dihargai lebih dari sekarang.
Kelak satu per satu dari kami akan menjumpai anda di seberang sana. Pada saat itu, kita akan menikmat secangkir kopi hangat seperti yang sering kita lakukan di rumah panggung itu. Pada saat itu mungkin seragam kami sudah berbeda-beda, tapi anda masih akan melihat orang yang sama. Masih Raju, Sail, Andre dan Tommy yang dulu.
Nikmatilah waktu tidur anda, selama sepuluh tahun anda tidak memiliki waktu tidur yang cukup. Ingat, anda tidak semuda dulu. Salam hormat saya kepada Ibu Mutia, Iyaz, Egi dan juga dewi penolong para ajudan, Tiara. Jagalah kesehatan anda, karena sepertinya kami butuh waktu yang panjang untuk berhasil, dan saya yakin anda berkeinginan melihat keberhasilan itu, persis seperti semua Ayah kebanyakan.

Salam hormat,


TANDEAN

Jumat, 04 Desember 2015

ANTARA FAUZI, SADDAM DAN QADAFFI





Saya hampir saja menutup laptop saya sebelum saya melihat sebuah postingan di salah satu media sosial yang lebih kurang isinya menyatakan Fauzi Bahar sebagai satu-satunya Walikota di dunia yang didemo pada hari terakhir jabatannya. Membaca itu saya langsung terinspirasi untuk menggerakan jari-jari tangan saya untuk kembali menulis. Saya menemukan kembali sensasi menulis sembari tersenyum, tulisan ini mengalir begitu saja dengan senyum simpul di wajah saya yang tidak terlalu ganteng.
Sebelumnya, apa kabar Pak Fauzi ? Sudah cukup lama rasanya tidak bertemu dan rasanya Bapak sudah hampir pasti sangat sibuk saat ini. Bapak akan menghadapi perjuangan politik sekali lagi, mungkin ini adalah perjuangan politik terakhir untuk Bapak.
Oke, kita lanjut kepada materi tulisan kali ini, membaca kalimat Fauzi Bahar sebagai satu-satunya Walikota yang didemo pada masa akhir jabatannya membuat saya otomatis langsung terkenang akan sosok-sosok orang kuat dunia. Beberapa di antaranya adalah Saddam Hussein di Irak dan Moammar Qadaffi di Libia. Dua orang kuat ini mengakhiri jabatannya mirip dengan Fauzi Bahar mengakiri jabatannya sebagai Walikota. Malah dua orang yang kita sebutkan namanya di awal ini mengakhiri jabatannya lebih tragis, tidak saja hanya didemo, mereka malah digantung dan dibunuh oleh pasukan koalisi.
Kenapa dua kejadian yang menimpa pemimpin negara kaya minyak itu membuat saya terkenang akan kisah Fauzi ? Karena untuk skop yang lebih kecil, Fauzi punya beberapa karakter dari dua orang kuat itu, Saddam dan Qadaffi. Sama dengan dua orang itu Fauzi Bahar adalah orang kuat, berpendirian tegas, dan punya prinsip. Jika Saddam dan Qadaffi mempertahankan pendiriannya dengan kehilangan nyawanya, Fauzi mendapatkan hadiah demo sebagai kompensasi mempertahankan prinsip dan harga dirinya. Fauzi, Saddam dan Qadaffi bukanlah orang yang bisa diputar sana-sini. Juga bukan orang yang akan memble dan plin-plan dalam memutuskan suatu persoalan. Mereka adalah tipe orang yang mengambil keputusan dan bertanggung jawab hingga akhir.
Saya berandai-andai, andai saja Saddam dan Qadaffi bisa sedikit membuang pinsip dan harga dirinya, mungkin dua pemimpin besar itu masih hidup sampai sekarang dan tetap kaya raya. Sama halnya jika saja dulu Soekarno mau berdamai dengan Amerika Serikat, maka beliau akan menjadi orang yang kaya raya hanya dengan menerima bagi hasil Freeport yang diberikan oleh Amerika. Tapi mereka tidak melakukan itu. Begitupun dengan Fauzi. Tidak ada satupun kelompok yang dapat menekan mereka untuk memalingkan prinsip hidup mereka. Sebagai politisi hal ini jarang ditemui saat ini, karena bagi politisi yang penting hidup panjang, berkuasa selama mungkin, soal jilat menjilat ludah sendiri, itu hal yang bisa diabaikan dengan pura-pura lupa, atau pura-pura tidak tahu.
Selepas Saddam tidak lagi berkuasa di Irak, untuk beberapa waktu masyarakat Irak mengalami euforia yang sangat dahsyat, kedatangan tentara Amerika disambut dengan sorak sorai bergembira, sama halnya dengan Libia sepeninggal Qadaffi. Masyarakat merayakan keberhasilan mereka mendemo, menjatuhkan dan membunuh pemimpin mereka. Tapi... coba tanyakan kepada mereka situasi mereka saat ini. salah seorang reporter Amerika yang bertugas di Irak pasca jatuhnya Saddam bertanya kepada salah seorang warga Irak bagaimana perasaannya melihat Irak saat ini, jawaban yang didengar oleh reporter ini sungguh sangat mencengangkan, “Jikalah Saddam Hussein masih hidup, maka aku akan berlari untuk menyalami dan mencium tangannya !” Ternyata ada sebuah penyesalan dari warga yang tadinya merasa begitu gembira telah berhasil mendemo, menangkap dan membunuh seorang Saddam. Irak selepas Saddam ? Negara rusuh dan chaos.
Muammar Qadaffi mati ditembak oleh tentara pemberontak yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat melalui Aliansi NATOnya. Sama seperti Irak, untuk sejenak sorak-sorai bergembira terdengar seantero Libia. Bagaimana Libia kini ? Miskin, konflik dan lemah. Mereka lupa bahwa Qadaffi lah yang selama ini menggratiskan biaya listrik mereka, Qadaffi lah yang membangun megaproyek penyediaan air bersih untuk seluruh masyarakat Libia, dan Qadaffi lah yang membuat memberikan mereka bagi hasil dari penjualan minyak Libia. Qadaffi lah yang menetapkan kebijakan subsidi 50% bagi setiap pengantin baru yang akan membeli rumah.
Jadi Pak Fauzi, tidak usah terlalu berkecil hati mengenai demo itu. Orang besar mendapat cobaan besar karena melakukan hal-hal yang besar. Orang yang tidak melakukan apa-apa tentu juga tidak akan menemui dan menghadapi peristiwa-peristiwa yang besar juga. Orang besar terkadang menjadi jauh lebih besar ketika dia sudah tidak lagi berkuasa.
Tentang demo itu, anda dan saya tahu dimana mereka dikumpulkan dan dijamu. Anda dan saya juga tahu bendera apa yang mereka bawa, stiker apa yang ada di kendaraan mereka dan siapa yang memprovokasi mereka.
Bukan tidak mungkin ketika Bapak bukan siapa-siapa lagi, Bapak malah menjadi kenangan baik bagi banyak orang. Entah itu mantan anak buah Bapak, Ibu-ibu yang Bapak temui dalam Majelis Taklim, atau para orang tua yang mendapatkan anaknya saat ini telah fasih membaca Asmaul Husna dan Juz Amma.
Selamat berjuang Pak, saya doakan yang terbaik. Salam hormat saya untuk Bapak dan Keluarga. Kepada Iyaz yang menemani saya di Jakarta, kepada Ibu yang selalu menyajikan masakannya tidak peduli pagi, siang atau malam untuk saya, Egi yang membuat saya harus mengeluarkan kemampuan lobi terbaik untuk memindahkan acaranya, dan tentu saja si kecil Tiara yang kerap menyelamatkan saya ketiga bertugas sebagai Ajudan. Wasssalam...

Rabu, 18 November 2015

Fauzi Hanya Manusia (dan selamanya akan tetap begitu, catatan kecil saya)



Fauzi bukan manusia sempurna apalagi malaikat. Dia... ya manusia biasa saja, yang bisa melakukan hal baik, bisa melakukan kesalahan, terlambat naik pesawat, terserang diare dan macam-macam. Manusia biasa saja. Dia tidak selalu terbangun untuk shalat malam, dia juga tidak selalu senang dan senyum. Hal ini yang membuatnya menarik, karena kita tidak sedang membicarakan Power Rangers yang selalu menang melawan monster-monster ciptaan Lord Zedd atau Rita Repulsa. Kita hanya membicarakan seorang anak manusia yang bernama Fauzi Bahar, yang kebetulan pernah menjabat sebagai Walikota Padang selama dua periode dan sekarang maju sebagai Calon Wakil Gubernur.
Banyak orang membanding-bandingkan antara Pele dengan Maradona, bahkan saking sengitnya perbandingan dan persaingan itu membuat FIFA pusing tujuh keliling dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemain terbaik sepanjang masa. Saya pribadi lebih menyukai Maradona, dengan beberapa alasan tertentu. Bagi saya Maradona lebih humanis, lebih menggambarkan seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan, manusia yang memilih untuk berjuang dan bertualang ketimbang menjadi raja di pekarangan rumahnya. Dia bertualang ke Italia hingga Spanyol. Pele ? Hampir sebagian besar karirnya dihabiskan untuk Santos di Brazil sana.
Diego Armando Maradona, dengan semua kontroversinya, hanya manusia biasa saja, yang suatu saat mengangkat trofi Piala Dunia, namun disaat yang lain malah diskorsing karena kesalahannya. Biasa saja, toh dia juga manusia. Saya hampir tidak pernah mendengar berita buruk mengenai Pele, selain ribuan golnya, 3 trofi Piala Dunianya, dan semua hal yang terdengar sangat fantastis lainnya. Seolah dia manusia yang selalu hebat dan selalu benar.
Orang-orang mengingat Ayrton Senna dengan semua prestasi dan juga kontorversinya. Bukan hanya karena kecepatannya di lintasan balap. Bahkan namanya dianggap lebih besar ketimbang Pele di negara asalnya, dipandang lebih besar dibandingkan Shcumacher yang memenangkan gelar juara dunia F1  lebih banyak darinya.
Orang-orang lebih mengidolakan Manny Pacquiao yang kalah beberapa kali dalam pertandingan profesionalnya dibandingkan Mayweather yang belum pernah tersentuh kekalahan. Sama halnya bagaimana Muhammad Ali dipandang jauh lebih besar dibandingkan Rocky Marciano yang punya rekor bertanding sempurna (49-0).
Manusia ya biasa saja, kesalahan dan kekeliruan adalah bagian dari kita semua. Tanpa terkecuali. Hampir semua dari kita pernah luput dari Shalat Subuh, hampir semua dari kita luput membaca Al-Quran pada suatu hari. Kita tidak pernah sesempurna yang kita inginkan atau mungkin kita bayangkan, dan tidak ada gunanya memalaikatkan diri, karena kita memang bukan. Wassalam...

Sabtu, 14 November 2015

ANDA MASIH DEKAT FAUZI ? PECAT...!!!



image:beritalima.com


Sahabat-sahabat pembaca yang budiman. Berhubung tingginya animo pembaca terhadap tulisan-tulisan yang “berbau” Fauzi Bahar, maka kali ini kembali saya tulis mengenai Fauzi ini. Tapi patut diingat, ini masih blog saya ya, bukan blognya Fauzi. Saya bercerita atau menulis mengenai Fauzi Bahar hanya karena saya pernah jadi ajudannya, walaupun kagak legend. Ntar kalo saya jadi ajudannya Menteri Pertahanan, saya ceritain deh yang saya tahu mengenai Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu.
Oke sesuai dengan judul di atas. Belum pernah terjadi sebelumnya di Kota Padang “pembantaian” besar-besaran terhadap ratusan PNS, atau sekarang kita menyebutnya ASN (hampir salah tulis jadi ANS). Fauzi Bahar yang pada periode pertamanya berpasangan dengan Yusman Kasim, pecah kongsi menjelang memasuki pemilihan Walikota untuk kedua kalinya. Bapak Yusman Kasim maju mencalonkan diri sebagai Walikota pun demikian halnya dengan Fauzi Bahar. Pasangan ini pun berpisah. Namanya lima tahun memerintah Kota Padang bersama tentu sudah tercipta sebuah hubungan bathin yang baik antara pimpinan dan anak buah. Fauzi Bahar punya anak buah yang secara kedinasan ataupun pribadi dekat dengannya, sama halnya dengan Yusman Kasim.
Singkat kabar, pemilihan Walikota pun dimenangkan oleh pasangan Fauzi Bahar-Mahyeldi. Fauzi kembali menjabat Walikota untuk kedua kalinya. Otomatis, secara sadar atau tidak sadar, ada kekhawatiran dari “orang-orangnya” Yusman Kasim, apakah mereka akan tetap dipakai atau malah disingkirkan. Banyak pengamat atau awam memperikirakan bahwa anak buahnya Yusman Kasim akan dibabat habis-habisan ! Namun faktanya ? Bertolak belakang ! Kalaulah dugaan dan prediksi itu dimasukan ke rumah judi, maka bandar judi akan mendadak kaya, karena yang terjadi di luar prediksi banyak orang.
Sebagai pasangan yang memenangkan Pilkada, Fauzi memerintahkan anak buahnya untuk memanggil semua staf yang selama ini bekerja untuk Yusman Kasim. Pertemuan itu terasa canggung pada awalnya, namun berakhir dengan banyak tawa. Fauzi memutukan untuk memberi penghargaan kepada staf Yusman Kasim yang telah bekerja dengan baik selama mendampingi Yusman Kasim sebagai Wakil Walikota. Bentuk penghargaannya pun beragam, ada yang dipromosikan satu tingkat, ada yang mendapatkan tugas belajar bahkan ada yang dibantu pengurusan pindahnya ke kota seberang agar dapat kembali berkumpul dengan anak istrinya.
Salah satu “orangnya” Fauzi bertanya kepada Walikota terpilih ini, “kenapa Bapak melakukan ini ?”. Fauzi hanya menjawab sederhana, “kelak kalau kamu sudah sebesar saya, baru kamu mengerti”. Jauh di kemudian hari, orang yang dulu bertanya itu mendapatkan jawabannya. Pemerintahan tidak bisa dibangun berdasarkan dendam. Pemerintahan itu harus melihat semua apsek terbaik yang dimilliki oleh seorang manusia. Lebih lanjut, jika pemerintahan dibangun berdasarkan dendam, maka yang terjadi adalah pembantaian karir PNS yang akan berlangsung setiap lima atau sepuluh tahun. Jika Kota Padang melakukan itu, maka pembangunan bisa jadi adalah hal terakhir yang bisa dilakukan oleh pemerintah, kenapa ? Karena pemerintah sendiri lebih cenderung saling sikut dulu di dalamnya.
Mata rantai damai yang dijaga oleh Fauzi itu baru saja putus dengan terpilihnya Walikota kemarin ini. Bisa dibayangkan ke depannya akan seperti apa. Bisa terjadi seperti Perang Besar Mafia yang terjadi satu kali dalam empat tahun.
Ada pameo yang mengatakan, “selama masih berhubungan dengan Fauzi, selama itu pula akan non job”  terlepas ini benar atau tidak, kondisi seperti itu tentu tidak baik. Objektifitas Walikota sebagai pengguna dari pejabat-pejabat yang akan dilantik tentu sedikit banyaknya akan terganggu karena masukan-masukan yang sebenarnya belum tentu benar dan belum tentu sepaham dengan apa yang dipikirkan oleh Walikota itu sendiri. Akibatnya Walikota justru tersandera kepentingan bawahannya sendiri.
Semoga kelak Walikota Padang akan memiliki pejabat-pejabat yang memang satu visi dan pemikiran dengannya, yang memang memilliki visi membangun Kota Padang, bukan pejabat yang malah sibuk tunjuk sana-sini, itu orang Fauzi ! itu orang kita ! Itu orang-orangan sawah ! Hehehe... Wassalam...