Minggu, 08 November 2015

FAUZI BAHAR (hanya catatan kecil dari seorang mantan ajudan)




Sebenarnya tulisan ini sangat tidak tepat untuk diterbitkan saat ini (atau mungkin malah sangat tepat) mengingat momen Pemilihan Gubernur Sumatera Barat yang tinggal menghitung hari. Saya mengisahkan cerita ini bukan karena saya bagian dari timses ataupun saudara kandung dari nama yang menjadi judul tulisan ini. Hanya saya pernah menjadi pendamping terdekat sosok ini ketika berdinas. Kalau saya boleh ibaratkan, jarak maksimal saya dengan orang ini hanya satu lengan.
Ya, Fauzi Bahar. Mungkin ada pertanyaan, dari sekian banyak nama tokoh dan mungkin pahlawan nasional, kenapa saya memilih untuk menulis nama ini. Alasannya sederhana, karena dia orang yang paling saya kenal dibandingkan tokoh-tokoh lain, khususnya di Sumatera Barat ini, lagipula saya ikut mendampingi beliau ini lebih kurang selama lima tahun lamanya. Oleh karena itu saya bisa menulis dan bercerita panjang lebar mengenai sosok satu ini, dan itu otentik karena memang saya bagian dari sejarahnya. Mungkin akan sama nilainya ketika Mangil ataupun Mauli menulis tentang Bung Karno.
Suatu ketika saya pernah mengatakan kepada Fauzi Bahar untuk berhenti berpolitik, bukan karena saya tidak suka ada pemimpin atau politisi seperti dia, tapi justru saya menilai  tidak ada tempat di politik untuk politisi seperti dia. Tidak seperti Fauzi yang selalu berpositive thinking (seperti yang selalu beliau sampaikan), saya cukup mawas dan lebih oportunis dibandingkan dia. Fauzi Bahar selalu beranggapaan politik adalah nilai perjuangan yang luhur, dan tidak boleh diganggu ataau dikotori dengan cara-cara yang tidak baik (mungkin pengaruh latar belakangnya yang perwira militer dari satuan tempur), sementara ABG zaman sekarang juga tahu kalau tidak ada yang lurus dari politik.
Mungkin melalui tullisan ini saya hanya ingin menyampaikan bahwa Fauzi Bahar orang baik. Seperti yang diakui oleh banyak orang lain jauh di dalam lubuk hatinya. Hanya saja banyak diantara mereka yang tidak akan berani menyampaikan apa yang saya sampaikan pada tullisan kali ini hanya karena pada saat ini mereka berada dalam kepentingan yang berbeda. Beberapa teman saya menyampaikan kepada saya bahwa “kita harus pandai-pandai”. Mungkin karena mereka beranggapan karir saya memang hancur lebur seketika begitu Fauzi menyelesaikan masa jabatannya selaku Walikota Padang. Saya pribadi setuju dengan pesan yang disampaikan oleh teman-teman saya itu, bahkan mungkin orang tua saya juga akan demikian, namun ternyata ada perbedaan cara memahami kalimat itu dari diri kami.
Saya heran, Fauzi yang begitu kenyang mendapatkan “perlakuan” buruk dari “rekan-rekannya” sesama politisi justru kemudian berakhir  sebagai pihak yang kerap dihujat. Sebagian orang dan media mengatakan dia melakukan fitnah, saya hanya ingin bertanya apakah tidak ada lagi pemahaman mendasar di dunia ini tentang siapa pelaku dan siapa korban ? Apakah memang sesederhana itu memutarbalikan suatu kejadian dan perbuatan ? Pertanyaan lebih lanjut justru semakin membingungkan buat saya, bahkan sebagai salah seorang yang paling dekat dengannya, saya tidak bisa memahami kenapa dia tidak “melawan” ? Dia memang bukan seorang ustadz yang bisa mengeluarkan ribuan ayat dan hadist untuk menunjukan bahwa dia adalah manusia yang sempurna, namun apakah itu berarti dia layak untuk selalu menerima tudingan yang secara tidak langsung diarahkan padanya ?
Saya tidak tertarik pada politik Sumatera Barat saat ini, sangat sedikit nilai etika dan moral politik yang bisa diambil darinya. Namun saya juga tidak habis pikir kenapa semua orang yang sebenarnya mengetahui siapa Fauzi justru hanya diam ? Ya... Sebenarnya saya tidak terlalu heran juga, karena jika dia menyampaikan fakta sebenarnya mengenai Fauzi bisa saja dia kehilangan jabatannya saat ini. Saya tidak tahu mana yang lebih buruk, menyampaikan kebohongan atau menyembunyikan kebenaran, mungkin ahli agama bisa menjelaskan mengenai hal ini. Saya memiliki banyak sahabat, kawan bahkan mungkin sudah bisa dianggap saudara, yang sudah lulus dari begitu banyak pendidikan yang bergengsi, namun tidak satupun dari mereka yang berbicara. Setidaknya menyampaikan hal yang benar mengenai sosok yang satu ini.
Saya tidak suka caranya berpolitik yang berpikir semua adalah sahabat, namun “kekurangannya” dalam berpolitik itu juga tidak layak dijadikan alasan bagi kita semua yang tahu diam disaat kita melihat dia dihujat atas sesuatu yang kita semua tahu tidak pernah dia lakukan.  Tidak sedikit orang yang tahu siapa yang memfitnah siapa, baik dia menggunakan seragam ataupun tidak. Tapi memang sudah sepantasnya orang-orang seperti mereka diam, karena anda tidak bisa berharap pada “pakaian” seseorang, anda hanya bisa berharap pada karakter mereka. Namun pertanyaannya, sudah sedemikian hina kah kita selaku orang yang bertugas memberikan pemahaman kepada masyarakat ? Sehingga menutup mata akan mana yang benar dan mana yang fitnah ?
Saya mengenal hampir semua orang dekat Fauzi, mengecewakan melihat bagaimana diamnya mereka melihat apa yang terjadi pada orang yang dulu pernah membantu mereka. Jika dunia ini pada akhirnya tidak melihat dan tidak mengetahui lagi mana hal yang fakta dan mana hal yang fitnah, mungkin sudah sepantasnya kita ikut menanggung dosa dari orang-orang tidak tahu, karena kita yang tahu justru diam dan membiarkan mereka dalam kekeliruannya. Masih pantaskah anda menggunakan seragam yang sejatinya ditujukan untuk mengarahkan, memberi tahu mana yang benar dan yang salah. Yang benar saja...
Oh iya mengenai Pilgub, apapun jabatannya baik Gubernur, Bupati ataupun Walikota, tidak lebih dari sekedar pegawai outsourcing. Bedanya jika pegawai outsourcing dikontrak selama satu tahun, maka kontrak para pejabat negara itu dikontrak lima tahun. Tidak pantas rasanya anda diam sementara anda mengetahui perihal yang sebenarnya. Anda tidak perlu menjadi ustadz untuk menyampaikan sebuah fakta, sama halnya dengan anda tidak perlu jadi politisi untuk menyampaikan kebohongan.
Bapak Fauzi, suatu saat Bapak mengundang mereka untuk menghadiri sebuah acara peresmian yang megah, memberikannya kesempatan untuk menekan bel dan membuka tirai, namun pada hari lain sesudahnya mereka akan dengan sangat mudahnya mengatakan mereka tidak mengetahui acara itu, bahkan mungkin mengatakan tidak pernah hadir pada jamuan dan penghormatan yang Bapak berikan, kemudian mereka akan berkisah tentang banyak ayat suci yang mengatakan perbuatan baik lebih diutamakan daripada membalas keburukan. Bapak tidak perlu heran, karena itulah politik di zaman sekarang. Tapi saya harap Bapak tetap saja menjadi politisi yang seperti saat ini, karena selain langka, kehadiran Bapak perlu untuk menunjukan kepada generasi muda bagaimana cara menjadi politisi yang baik, walaupun mungkin dalam menyampaikan dan mencontohkannya tidak banyak ayat suci yang bisa Bapak jual. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk Bapak, Amin. Salam hormat saya dari seberang.

4 komentar:

  1. Pemimpin mempimpin
    Pengikut mengikuti

    BalasHapus
  2. Dulu ketika beliau memgikuti apeksi di kota medan. Protokol medan selalu senang membicarakan beliau.. Walikota tergagah dan paling rapih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukurlah kalau begitu. Beliau ini memang selalu rapi :) katanya penampilan mencerminkan kepribadian. Kalau bisa share juga ya...

      Hapus
  3. Dulu ketika beliau memgikuti apeksi di kota medan. Protokol medan selalu senang membicarakan beliau.. Walikota tergagah dan paling rapih

    BalasHapus