Minggu, 15 November 2015

SEDIKIT KENANGAN MASA SMA






Kita tinggalkan dulu sementara politik dan semua atributnya itu. Cerita ini hadir karena tanpa sengaja saya mendengar sebuah teriakan riuh-rendah dan kemudian diiringi oleh suara usik dan lagu-lagu yang tengah update zaman sekarang. Saya turun menuju sebuah lapangan basket yang sudah disulap menjadi sebuah lapangan futsal. Seakan bernostalgia, saya pun berdiri di salah satu sisi lapangan untuk melihat dua tim futsal yang tengah bertanding.
Masih sama seperti saya dulu, sepakbola, gadis dan penonton yang ramai. Saya teringat akan masa lalu, tepatnya ketika SMA. Cuma bedanya, dulu kami tidak bermain bola diiringi lagu Maroon 5, hanya diiringi teriakan penonton saja. Saya termasuk salah satu pemain bola andal pada Liga Smandoe yang mempertandingkan antar kelasnya. Menjadi pencetak gol terbanyak pada tahun pertama sekaligus membawa kelas saya saat itu menjadi runner up Liga Smandoe. Lapangan kami tentu tidak semegah old trafford, tapi semangat yang dibawa kurang lebih sama. Ada teriakan penonton yang rata-rata adalah teman kelas sendiri atau teman kelas dari lawan tanding. Gadis-gadis SMA itu juga datang ke pinggir lapangan, hanya untuk sekedar menyemangati teman, ataupun pacarnya yang tengah bertanding. Membawakan minuman ataupun buah-buahan. Memang tidak ada yang sampai bawa kotak P3K.
Pada masa itu, anda tidak perlu punya mobil ceper untuk mendapatkan perhatian seorang gadis. Anda cukup bermain sepakbola atau basket. Sebenarnya basket sedikit “lebih” di mata gadis-gadis SMA, tapi saya tidak punya hasrat di olahraga itu. Lagipula saya juga tidak sedang berburu gadis untuk dipacari. Tugas saya ya hanya sekolah, bermain bola, ataupun melakukan hal-hal lain layaknya anak SMA. Banyak orang yang mengenal saya sebagai pesepakbola, sama halnya dengan gadis-gadis SMA itu. Teman-teman saya mengatakan mereka meneriakan nama saya ketika saya bertanding di lapangan, tapi ketahuilah saat anda tengah bertanding di sebuah lapangan sepakbola, anda tidak akan mendengar teriakan itu, jadi saya tidak terlalu ambil peduli.
Pada saat itu, rasanya menyenangkan memiliki teman sebaya yang kemudian akrab dan bermain bola bersama, gadis ? ya bisa dikatakan itu masuk ke dalam bagian yang menyenangkan juga. Kehidupan saat itu seperti cerita komik, pergi ke sekolah, belajar, mengerjakan pekerjaan rumah, bertanding sepakbola dan ditonton gadis-gadis menarik. Ya gadis SMA, anda pasti mengerti bagaimana rupanya. Hehehe...
Kenangan itu sudah hampir 15 tahun yang lalu, tapi seketika muncul ketika saya menonton pertandingan futsal itu. Sepertinya saya penonton tertua yang hadir pada saat itu, karena yang menonton rata-rata mahasiswa dan tentu saja mahasiswi.
Saya bermain sepakbola cukup lama, bahkan hingga ke Tarkam (antar kampung) yang satu gol melalui tendangan dihargai Rp. 20.000 dan gol menggunakan kepala akan diganjar Rp. 50.000 di luar menang atau kalah. Saya memainkan Tarkam ini bersama salah satu sahabat saya yang berposisi penjaga gawang, saya rasa dia salah satu yang terbaik untuk tingkat SMA pada masanya. Aset Suprayitno. Sayang dia sudah tidak di dunia ini lagi, meninggal karena kecelakaan di jalan Padang-Painan.
Pada masa itu sepakbola adalah hiburan dan hobi, tidak butuh biaya mahal. Melahirkan persahabatan dan keakraban. Kami tidak memikirkan berapa ukuran velg mobil yang kira-kira akan membuat gadis-gadis bertekuk lutut. Kami hanya bermain sepakbola. Soal gadisnya ? Itu hal lain, saya tidak mendapatkan “pacar” saya di lapangan bola kok, walaupun juga tidak sedikit teman saya yang mendapatkannya di lapangan bola, ya mungkin karena dia tampil hebat, cukup tampan dan macho, gadis yang menonton pun mulai kagum, simpati dan berlanjut makan mie rebus bareng di kantin sekolah. Saya ? I am not that type... Buat saya itu dua hal yang berbeda, walaupun bisa sejalan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar