Kita
tinggalkan dulu sementara politik dan semua atributnya itu. Cerita ini hadir
karena tanpa sengaja saya mendengar sebuah teriakan riuh-rendah dan kemudian
diiringi oleh suara usik dan lagu-lagu yang tengah update zaman sekarang. Saya turun
menuju sebuah lapangan basket yang sudah disulap menjadi sebuah lapangan
futsal. Seakan bernostalgia, saya pun berdiri di salah satu sisi lapangan untuk
melihat dua tim futsal yang tengah bertanding.
Masih
sama seperti saya dulu, sepakbola, gadis dan penonton yang ramai. Saya teringat
akan masa lalu, tepatnya ketika SMA. Cuma bedanya, dulu kami tidak bermain bola
diiringi lagu Maroon 5, hanya diiringi teriakan penonton saja. Saya termasuk
salah satu pemain bola andal pada Liga Smandoe yang mempertandingkan antar
kelasnya. Menjadi pencetak gol terbanyak pada tahun pertama sekaligus membawa
kelas saya saat itu menjadi runner up Liga Smandoe. Lapangan kami tentu tidak
semegah old trafford, tapi semangat yang dibawa kurang lebih sama. Ada teriakan
penonton yang rata-rata adalah teman kelas sendiri atau teman kelas dari lawan
tanding. Gadis-gadis SMA itu juga datang ke pinggir lapangan, hanya untuk
sekedar menyemangati teman, ataupun pacarnya yang tengah bertanding. Membawakan
minuman ataupun buah-buahan. Memang tidak ada yang sampai bawa kotak P3K.
Pada
masa itu, anda tidak perlu punya mobil ceper untuk mendapatkan perhatian
seorang gadis. Anda cukup bermain sepakbola atau basket. Sebenarnya basket
sedikit “lebih” di mata gadis-gadis SMA, tapi saya tidak punya hasrat di
olahraga itu. Lagipula saya juga tidak sedang berburu gadis untuk dipacari. Tugas
saya ya hanya sekolah, bermain bola, ataupun melakukan hal-hal lain layaknya
anak SMA. Banyak orang yang mengenal saya sebagai pesepakbola, sama halnya
dengan gadis-gadis SMA itu. Teman-teman saya mengatakan mereka meneriakan nama
saya ketika saya bertanding di lapangan, tapi ketahuilah saat anda tengah
bertanding di sebuah lapangan sepakbola, anda tidak akan mendengar teriakan
itu, jadi saya tidak terlalu ambil peduli.
Pada
saat itu, rasanya menyenangkan memiliki teman sebaya yang kemudian akrab dan
bermain bola bersama, gadis ? ya bisa dikatakan itu masuk ke dalam bagian yang
menyenangkan juga. Kehidupan saat itu seperti cerita komik, pergi ke sekolah,
belajar, mengerjakan pekerjaan rumah, bertanding sepakbola dan ditonton
gadis-gadis menarik. Ya gadis SMA, anda pasti mengerti bagaimana rupanya. Hehehe...
Kenangan
itu sudah hampir 15 tahun yang lalu, tapi seketika muncul ketika saya menonton
pertandingan futsal itu. Sepertinya saya penonton tertua yang hadir pada saat
itu, karena yang menonton rata-rata mahasiswa dan tentu saja mahasiswi.
Saya
bermain sepakbola cukup lama, bahkan hingga ke Tarkam (antar kampung) yang satu
gol melalui tendangan dihargai Rp. 20.000 dan gol menggunakan kepala akan
diganjar Rp. 50.000 di luar menang atau kalah. Saya memainkan Tarkam ini
bersama salah satu sahabat saya yang berposisi penjaga gawang, saya rasa dia
salah satu yang terbaik untuk tingkat SMA pada masanya. Aset Suprayitno. Sayang
dia sudah tidak di dunia ini lagi, meninggal karena kecelakaan di jalan
Padang-Painan.
Pada
masa itu sepakbola adalah hiburan dan hobi, tidak butuh biaya mahal. Melahirkan
persahabatan dan keakraban. Kami tidak memikirkan berapa ukuran velg mobil yang
kira-kira akan membuat gadis-gadis bertekuk lutut. Kami hanya bermain
sepakbola. Soal gadisnya ? Itu hal lain, saya tidak mendapatkan “pacar” saya di
lapangan bola kok, walaupun juga tidak sedikit teman saya yang mendapatkannya
di lapangan bola, ya mungkin karena dia tampil hebat, cukup tampan dan macho,
gadis yang menonton pun mulai kagum, simpati dan berlanjut makan mie rebus
bareng di kantin sekolah. Saya ? I am not that type... Buat saya itu dua hal
yang berbeda, walaupun bisa sejalan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar