Era
demokrasi yang ditandai dengan berakhirnya masa orde baru sudah berlangsung
tujuh belas tahun lamanya. Sebagai manusia, angka 17 tahun adalah angka dimana
kita beranjak menuju kedewasaan. Tujuh belas tahun pasca reformasi, kehidupan
kita dalam berbangsa dan bernegara mengalami siklus dan dinamika yang tidak
pernah berhenti. Momen baik dan buruk dilewati secara idle. Namun di usia 17
tahun reformasi kita ini, sudah patut kiranya kita bertanya kepada diri
sendiri, sudah berhasilkah kita dalam berdemokrasi ? Lebih jauh, sudah
berhasilkah kita dalam berbangsa dan bernegara ?
Kita
Indonesia bagaikan gadis belia yang sangat seksi bagi negara-negara maju, jauh
lebih seksi dibandingkan vietnam, malaysia, korea ataupun negara-negara lain di
kawasan Asia ini. Luas wilayah yang membentang dari Sabang hingga Merauke,
jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, terlalu manis untuk dilewatkan
begitu saja oleh negara-negara maju dalam menancapkan taring ekonomi, pengaruh,
sosial budaya hingga politik mereka.
Tujuh
belas tahun pasca reformasi dan tujuh puluh tahun pasca kemerdekaan, kehidupan
kita dalam berbangsa dan bernegara masih belum menemui tingkat stabilitas dan
kemapanan. Kita masih terlalu sibuk dalam membahas persoalan politik yang
seperti tidak ada habisnya, dan kerap melupakan hal-hal yang sebenarnya lebih
urgen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita melupakan pokok-pokok yang
seharusnya kita jalankan dalam berpemerintahan. Tidak banyak pembahasan
mengenai fasilitas publik, kesehatan masyarakat, pembangunan ekonomi
masyarakat, pendidikan masyarakat dan kepentingan umum lainnya. Setidaknya pembahasan
mengenai politik lebih lalu lalang baik di media massa, elektronik dan media
sosial dibandingkan pembahasan mengenai publik atau kepentingan umum.
Hampir
seluruh masyarakat di Indonesia yang berdomisili di berbagai propinsi menyadari
bahwa ada sebuah kekeliruan mendasar yang kita alami, namun kita terlalu sibuk
dalam membahas hal lain yang sebenarnya sudah menghabiskan terlalu banyak waktu
dan energi, sehingga melupakan usaha-usaha atau pembahasan-pembahasan guna
mencari solusi atas situasi yang terjadi dalam bangsa ini. Politik dan
demokrasi menjadi sebuah kitab suci yang menghabiskan hari demi hari dan energi
yang kemudian terbukti tidak merubah keadaan menjadi lebih baik.
Kesalahan
ini tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, namun menjadi tanggung jawab
seluruh stakeholder bangsa ini.
Sistem demokrasi yang kita jalani saat ini telah memberikan sebuah pembuktian
yang nyata akan kegagalan kita dalam berdemokrasi. Maraknya kasus korupsi,
politik transaksional, dinasti politik, rendahnya legitimasi pemerintah dan
lain sebagainya, sesungguhnya telah menunjukan kegagalan kita dalam
berdemokrasi. Demokrasi yang begitu diagungkan telah memberikan kegagalan yang
sistemik kepada kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Salah satu
contohnya adalah sudah hampir menjadi ciri khas bagi bangsa Indonesia bahwa the rulling party tend to corrupt
setidaknya itulah yang bisa kita lihat pada masa-masa pemerintahan sebelumnya. Demokrasi
yang tadinya diharapkan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang dicintai
masyarakat hanya melahirkan pemimpin-pemimpin yang kemudian mandapatkan hujatan
dan makian. Demokrasi tidak lagi pembawa suara tuhan namun telah berubah
menjadi pembawa kegagalan.
Kenaifan
kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah membuat kita abai terhadap
hal-hal yang sebenarnya jauh lebih bermanfaat dan lebih mengedepankan fungsi
negara. Karena negara tidak hanya untuk berpolitik dan tidak hanya untuk
politisi saja. Namun negara ini didirikan untuk segenap tumpah darah Indonesia.
Hampir semua kejadian yang terjadi di bangsa ini menjadi komoditas politik,
entah itu rendahnya nilai tukar rupiah, bencana kabut asap, pergantian
Kabareskrim, hampir semuanya menjadi komoditas dan ditarik ke ranah politik.
Padahal hampir semua dari kita menyadari bahwa politik tidak membawa kita
kepada kemajuan, namun cenderung menghasilkan konflik dan kontroversi.
Demokrasi
yang dititipkan dunia barat telah menjadi semacam gula yang sangat manis, yang
membuat kita lupa bahwa ada hal-hal lain yang seharusnya mendapatkan perhatian
lebih. Semoga kita semua menyadari hal ini sebelum semuanya menjadi terlalu
terlambat. Wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar