Kamis, 05 November 2015

KEGAGALAN KITA DALAM BERDEMOKRASI



Era demokrasi yang ditandai dengan berakhirnya masa orde baru sudah berlangsung tujuh belas tahun lamanya. Sebagai manusia, angka 17 tahun adalah angka dimana kita beranjak menuju kedewasaan. Tujuh belas tahun pasca reformasi, kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara mengalami siklus dan dinamika yang tidak pernah berhenti. Momen baik dan buruk dilewati secara idle. Namun di usia 17 tahun reformasi kita ini, sudah patut kiranya kita bertanya kepada diri sendiri, sudah berhasilkah kita dalam berdemokrasi ? Lebih jauh, sudah berhasilkah kita dalam berbangsa dan bernegara ?
Kita Indonesia bagaikan gadis belia yang sangat seksi bagi negara-negara maju, jauh lebih seksi dibandingkan vietnam, malaysia, korea ataupun negara-negara lain di kawasan Asia ini. Luas wilayah yang membentang dari Sabang hingga Merauke, jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, terlalu manis untuk dilewatkan begitu saja oleh negara-negara maju dalam menancapkan taring ekonomi, pengaruh, sosial budaya hingga politik mereka.
Tujuh belas tahun pasca reformasi dan tujuh puluh tahun pasca kemerdekaan, kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara masih belum menemui tingkat stabilitas dan kemapanan. Kita masih terlalu sibuk dalam membahas persoalan politik yang seperti tidak ada habisnya, dan kerap melupakan hal-hal yang sebenarnya lebih urgen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita melupakan pokok-pokok yang seharusnya kita jalankan dalam berpemerintahan. Tidak banyak pembahasan mengenai fasilitas publik, kesehatan masyarakat, pembangunan ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat dan kepentingan umum lainnya. Setidaknya pembahasan mengenai politik lebih lalu lalang baik di media massa, elektronik dan media sosial dibandingkan pembahasan mengenai publik atau kepentingan umum.
Hampir seluruh masyarakat di Indonesia yang berdomisili di berbagai propinsi menyadari bahwa ada sebuah kekeliruan mendasar yang kita alami, namun kita terlalu sibuk dalam membahas hal lain yang sebenarnya sudah menghabiskan terlalu banyak waktu dan energi, sehingga melupakan usaha-usaha atau pembahasan-pembahasan guna mencari solusi atas situasi yang terjadi dalam bangsa ini. Politik dan demokrasi menjadi sebuah kitab suci yang menghabiskan hari demi hari dan energi yang kemudian terbukti tidak merubah keadaan menjadi lebih baik.
Kesalahan ini tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, namun menjadi tanggung jawab seluruh stakeholder bangsa ini. Sistem demokrasi yang kita jalani saat ini telah memberikan sebuah pembuktian yang nyata akan kegagalan kita dalam berdemokrasi. Maraknya kasus korupsi, politik transaksional, dinasti politik, rendahnya legitimasi pemerintah dan lain sebagainya, sesungguhnya telah menunjukan kegagalan kita dalam berdemokrasi. Demokrasi yang begitu diagungkan telah memberikan kegagalan yang sistemik kepada kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Salah satu contohnya adalah sudah hampir menjadi ciri khas bagi bangsa Indonesia bahwa the rulling party tend to corrupt setidaknya itulah yang bisa kita lihat pada masa-masa pemerintahan sebelumnya. Demokrasi yang tadinya diharapkan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang dicintai masyarakat hanya melahirkan pemimpin-pemimpin yang kemudian mandapatkan hujatan dan makian. Demokrasi tidak lagi pembawa suara tuhan namun telah berubah menjadi pembawa kegagalan. 
Kenaifan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah membuat kita abai terhadap hal-hal yang sebenarnya jauh lebih bermanfaat dan lebih mengedepankan fungsi negara. Karena negara tidak hanya untuk berpolitik dan tidak hanya untuk politisi saja. Namun negara ini didirikan untuk segenap tumpah darah Indonesia. Hampir semua kejadian yang terjadi di bangsa ini menjadi komoditas politik, entah itu rendahnya nilai tukar rupiah, bencana kabut asap, pergantian Kabareskrim, hampir semuanya menjadi komoditas dan ditarik ke ranah politik. Padahal hampir semua dari kita menyadari bahwa politik tidak membawa kita kepada kemajuan, namun cenderung menghasilkan konflik dan kontroversi.
Demokrasi yang dititipkan dunia barat telah menjadi semacam gula yang sangat manis, yang membuat kita lupa bahwa ada hal-hal lain yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih. Semoga kita semua menyadari hal ini sebelum semuanya menjadi terlalu terlambat. Wassalam...   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar