Masih
seputar Prof. Dr. Riswandha Himawan, tapi kali ini saya akan sedikit bercerita
mengenai sebuah arti dari konsistensi. Perlu saya sampaikan sebelumnya bahwa
saya bukanlah mahasiswa langsung dari profesor yang satu ini. Saya juga tidak
mengenal beliau secara pribadi. Tapi melalui jejak yang beliau tinggalkan di
google, saya menemukan sebuah kisah tersendiri yang mungkin menarik untuk
dibahas dan diteladani.
Sebagai
seorang pendidik dan guru besar politik, sudah sepatutnya profesor ini dekat
dengan lingkaran kekuasaan. Jikalau pun fisiknya tidak dekat, tapi
tulisan-tulisan beliau jelas sangat dekat dengan perpolitikan tanah air. Profesor
Koboi, begitu beberapa orang menjulukinya. Sebuah julukan yang wajar dan apa
adanya, persis seperti karakter beliau yang memang apa adanya. Menggunakan celana
jeans tidak lantas menghilangkan ilmunya sebagai profesor dalam mengajar, sama
halnya berpidato dengan menggunakan ayat-ayat suci tidak lantas menjadikan
seseorang di antrian nomor satu untuk masuk surga.
Satu
kelebihan profesor ini di mata saya adalah teguhnya pendirian beliau untuk
tidak terjerumus ke dalam politik praktis. Saya mengidolakan banyak profesor,
saya juga lebih banyak menyimak profesor lain sebelumnya. Apakah itu Kwik Kian
Gie atau Yusril Ihza Mahendra. Saya sangat mengagumi dua nama ini dalam konteks
akademis sekaligus menghormati sepak terjang beliau berdua dalam perpolitikan
Indonesia. Tapi bagi profesor koboi ini, saya murni mengagumi beliau ini
sebagai seorang pendidik yang teguh pada pendiriannya.
Melihat
sosok almarhum Riswandha Himawan ini saya bisa mengkomparasikannya dengan
banyak hal. Saya juga menemukan begitu banyak profesor yang berbicara dengan
retorika yang sangat tinggi hingga menembus langit ketujuh, namun bertindak tidak
sesuai dengan kenyataannya. Kita bisa menemukan profesor seperti ini dalam
dunia politik. Padahal antara dua profesi ini (politisi dan tenaga pendidik)
memiliki sebuah perbedaan yang mendasar. Ada pepatah modern yang mengatakan
perbedaan antara politisi dan tenaga pengajar (yang mana profesor masuk ke
dalamnya) secara garis besar hanya satu. Profesor atau tenaga pengajar boleh salah,
tapi tidak boleh bohong, sementara sebagai politisi anda boleh berbohong ribuan
hingga jutaan kali, tapi jangan pernah sekali-kali mengaku salah, ironis. Namun
mungkin inilah yang menjadi dasar profesor yang terkenal dengan slogan eagle flies alone ini memutuskan untuk
tetap berdedikasi pada bidang yang ditekuninya, yaitu sebagai pendidik.
Di
zaman kemajuan saat ini, kita bisa melihat banyaknya individu dengan berbagai
latar belakang kemudian terjun ke dunia politik. Kita bisa sebut apa saja
profesinya. Ulama, developer, pedagang, militer, jaksa, polisi, ASN, dosen, ibu
rumah tangga, dan banyak lainnya. Semua profesi itu sudah ada dalam dunia
politik Indonesia saat ini, kenapa ? Karena hampir setiap perjuangan di
Indonesia ini adalah proses politik. Apakah itu perjuangan usaha, perjuangan
karir, perjuangan ekonomi, dan lain-lain. Walhasil kita memiliki politik yang sangat
multi dimensi dan kemudian menjadi multi problem.
Sudah
jelas kita membutuhkan banyak lagi Riswandha Himawan yang lain, sosok yang
teguh dengan pendirian. Saya masih ingat ketika almarhum Zainuddin MZ memilih
terjun ke politik, dan hasilnya berantakan. Pada akhirnya beliau dikenal
sebagai politisi yang gagal, namun tetap dikenal sebagai da’i sejuta umat. Jadi
beliau hanya gagal sebagai politisi, tapi tidak sebagai Da’i. Celakanya sudahlah
gagal sebagai Da’i, juga gagal sebagai politisi. Ini tidak tahu harus dikenang
sebagai apa.
Kenapa
tidak banyak orang yang berjuang untuk memperbaiki keadaan ? Lebih banyak orang
yang memilih diam dengan segala informasi yang mereka milliki, yang mungkin
saja bisa memperbaiki keadaan dan mengungkapkan kebenaran. Seperti yang
dikatakan oleh Profesor Koboi ini, Eagle
Flies Alone... Elang terbang sendiri, sama halnya hanya ada satu Ernesto “Che”
Guevarra, hanya satu Fidel Castro, hanya satu Soekano, hanya satu Nelson
Mandela, hanya satu Saddam Hussein, hanya satu Muammar Qaddafi. Mereka orang-orang
yang menentang sebuah mainstream, dan
mereka memang tidak banyak.
Walaupun
sangat terlambat, selamat jalan Prof...