Apa
yang menjadikan pemimpin sebagai anak muda ? Atau dikenal sebagai pemimpin yang
berpihak kepada anak muda ? Apakah dengan mengikuti apa saja yang dilakukan
anak muda sekarang, atau lebih kepada bersifat kepada kebijakan yang memang
memihak orang muda.
Saya
mendapat kabar, bahwa Indonesia akan menjadi salah satu tuan rumah seri motogp
tahun 2017. Di sini saya langsung memberikan sebuah apresiasi kepada
Pemerintahan Presiden Jokowi melalui Kemenporanya yang berhasil melobi Dorna
(penyelenggara balapan Motogp). Di luar kisruh PSSI yang belum menemukan ujung
tali kusutnya, saya rasa Kemenpora kali ini layak mendapatkan aplaus yang
meriah. Setidaknya dengan keberhasilan Kemenpora meyakinkan Dorna untuk
menunjuk Indonesia sebagai salah satu penyelenggara seri balapan Motogp tahun
2017 telah menunjukan bahwa Indonesia sebagai negara yang memperhatikan animo
generasi muda Indonesia. Bayangin aja, saya langsung sangar googling cari latar
belakang Presiden Jokowi, jangan-jangan beliau ini pembalap, mantan pembalap
atau pernah balapan liar di Solo sana. Hasilnya ? Nihil...
Saya
langsung cerdas dan berpikir, ternyata untuk membuat sebuah kebijakan yang pro
anak muda, ndak mesti ikut-ikutan latah alah anak muda toh... Saya belum pernah
lihat foto Jokowi pakai wearpack dan helm balap, ataupun Jokowi lagi balapan. Tapi
kebijakannya ini lho nduk... keren pisan...!!!
Ternyata
memang ada perbedaan mendasar antara pemimpin dengan orang yang dipimpin. Pemimpin
hendaknya bertugas mencarikan solusi dan jalan bagi orang-orang yang mereka pimpin.
Bukan malah latah ikut-ikutan bersikap seperti orang yang dipimpin, tapi
kebijakannya malah nihil. Amerika Serikat setiap tahun melahirkan
petinju-petinju hebat, namun Obama bukanlah petinju, dia lebih memilih basket
untuk olahraganya. Kenya melahirkan pelari-pelari marathon yang terkenal akan
daya tahan dan staminanya, Presidennya mungkin malah tidak sanggup lari untuk
satu kilometer saja. Rusia berhasil mengirim astronotnya ke luar angkasa,
padahal Presiden mereka bukanlah astronot atau mantan astronot.
Hhmmm...
ternyata perlu bagi kita untuk tidak salah kaprah. Banyak yang mengatakan di
media sosial, “gaya merakyat, kelakuan kapitalis”, ini karena memang kita gagal
paham saja. Karena kita berpikir apa yang ada di frame, itulah yang sebenarnya.
Padahal tidaklah begitu. Banyak pemimpin mencoba untuk meraih simpati generasi
muda dengan bertingkah ala anak muda pula (untung tidak sampai ditindik atau
ditato), tapi kenyataan tidak satupun kebijakan yang berpihak kepada generasi
muda. Seperti yang saya contohkan di atas, Jokowi bukan mantan pembalap Motogp,
tapi kebijakan pemerintahannya bisa menghadirkan kembali Motogp ke Indonesia. Percuma
rasanya jika kita sebagai pemimpin ikut membalap, sementara tidak satupun
pembalap yang bisa kita bina prestasinya, juga tidak satupun trek atau sirkuit
yang bisa dibangun.
Maka
sudah sepantasnya kita tidak lagi melihat citra, karena kalau citra, kita mah
udah sama-sama tahu, mau dibuat ala astronot lagi kongkow-kongkow di bulan juga bisa, mau dibuat lagi beraksi
layaknya Steven Seagal juga bisa. Tapi apa kebijakan dan hasil dari citra yang
dilihatkan seorang pemimpin itu ? Saya lebih senang punya pemimpin yang mungkin
tidak bisa bawa motor, tapi mampu melihat potensi Indonesia yang menurutnya
bisa melahirkan pembalap-pembalap hebat sehingga dapat mengharumkan nama
bangsa. Ketimbang latah ikut-ikutan ngeber motor, tapi tidak ada ide dan
pembinaan yang jelas.
Semoga
kita tidak lagi salah kaprah, atau kerennya sekarang tidak lagi “gagal paham”. Karena
sekali gagal paham, gagalnya lima tahun ke depan (karena periode pemilihannya
sekali lima tahun, lain hal di AS sana, cuma empat tahun). Gazzz...
Polllllzzzz... Bang...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar