Minggu, 22 November 2015

KENAPA MESTI SILOAM PAK FAUZI !?



Permasalahan pelik Lippo Group dengan rencana pembangunan Lippo Superblok dengan Rumah Sakit Siloam sebagai salah satu itemnya tidak tuntas meski Fauzi Bahar telah menyelesaikan jabatannya sebagai Walikota Padang. Permasalahan pelik ini sebenarnya telah berubah bentuk dari permasalahan ekonomi menjadi permasalahan politik.
Dari sekian banyak rencana investor yang akan menanamkan investasinya di Kota Padang, sebenarnya Lippo Group layak diapresiasi karena langsung memberikan bukti nyata tindakan mereka dalam sebuah investasi. Namun yang menjadi permasalahan kemudian hari adalah munculnya sebuah bola panas mengenai kristenisasi yang digagas entah oleh siapa.
Sejarah “terpilihnya” Lippo Group dalam berinvestasi di Kota Padang sebenarnya bukanlah perkara mudah. Padang pasca gempa, perekonomian menurun dan kriminalitas meningkat drastis. Dari sekian banyak pengusaha-pengusaha terkenal dan memiliki modal besar di tanah air, hanya Lippo Group yang setuju untuk “mematikan” modalnya di Kota Padang. Padang berada dalam salah satu titik terendah pada saat itu, hampir sebagian besar dunia usaha sulit untuk bangkit pasca gempa besar 2009 yang meluluhlantakan Kota Padang. Dapat dimengerti kenapa tidak banyak investor yang bersedia “membuang” uangnya untuk kemudian luluh lantak dihajar gempa di Kota Padang.
Namun pada saat itu tidak ada jalan lain. Saya ingat pada saat itu, Fauzi selaku Walikota sudah setengah mengemis kepada seluruh stakeholders Kota Padang baik yang berada di Kota Padang maupun yang di perantauan. Masih teringat jelas bagi saya, bagaimana Walikota satu ini “mengemis” di salah satu stasiun TV swasta hanya untuk membangun satu ruangan kelas dari sebuah sekolah yang roboh total. Namun cara itu sedikit banyaknya berhasil dan Kota Padang tercatat sebagai salah satu kota tercepat yang bisa memulihkan dirinya dari bencana besar. Nama besar Kota Padang dalam penanganan bencana itu masih terbawa sampai saat ini.
Jika bangunan-bangunan publik bisa secepatnya direcovery, tidak demikian dengan dunia usaha. Kriminalitas yang meninggi akibat banyaknya pengangguran dadakan menjadi hal besar lain yang harus dicarikan jalan keluar secepatnya. Jika tidak, stabilitas keamanan dan ketertiban Kota Padang berada di ujung tanduk. Sekali jatuh dari tanduk itu, maka tidak akan mudah untuk mengembalikan Kota Padang sebagai kota yang aman dan kota yang berpendidikan. Ditemuilah beberapa investor yang berniat menanamkan investasinya di Kota Padang, yang secara otomatis akan membuka lapangan kerja baru dan meningkatnya putaran uang.
Lippo Group bukanlah satu-satunya yang ditawarkan untuk berinvestasi di Kota Padang dengan semua kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Padang pasca gempa saat itu, namun Lippo Group lah satu-satunya yang bersedia berjudi dengan nasib bisnis mereka. Oleh karena itu, Fauzi ketika itu menekankan betul perlu adanya sebuah kebijakan yang dapat mengakomodir warga Kota Padang dalam rencana investasi Lippo Group tersebut.  Seingat saya disepakatilah bahwa 75% dari tenaga kerja yang nanti akan bekerja di Lippo Superblok tersebut adalah warga Kota Padang, dan disepakati pula bahwa RS Siloam akan menerima semua bentuk jaminan kesehatan mulai dari asuransi mewah sampai askes dan kartu miskin. Sehingga jurang pengobatan antara si kaya dan orang yang kurang mampu dapat diperkecil.
Urusan Lippo Group ini menjadi polemik begitu Kota Padang akan memasuki masa pemillihan Walikota periode selanjutnya. Fauzi yang disinyalir mendukung salah satu pasangan calon tertentu diserang dengan isu kristenisasi dan sejenisnya. Walhasil, pembangunan rumah sakit siloam dibatalkan dan info yang saya dengar terakhir pusat perbelanjaan tetap jalan.
Pada tulisan ini saya hanya ingin menggaris bawahi, bahwa tidak banyak investor yang ingin berinvestasi di Kota Padang masa itu, sama halnya seperti tidak banyak investor yang akan menanamkan uangnya di Suriah saat ini. Apakah anda akan menanamkan uang anda di sebuah daerah yang siang malam dihujani bom ? Khusus Kota Padang, apakah anda akan menanamkan uang anda di daerah yang potensi tsunaminya tertinggi di dunia dan baru saja dihajar gempa besar ? Tidak hanya anda, saya pun akan berpikir ulang. Oleh karena itu kesediaan Lippo Group seperti sebuah harapan baru bagi perekonomian Kota Padang pada saat itu.
Masalah kristenisasi, Kota Padang atau masyarakat Minang bukanlah tipe orang yang akan berpindah keyakinan karena sekarton mie instant. Salah satu teman saya yang pernah tinggal di Arab malah pernah mengatakan bahwa Minang ini sebenarnya lebih Islam dari Bangsa Arab Saudi. Karena menurutnya tidak semua orang Arab adalah muslim, tapi semua orang Minang pasti muslim, kebetulan sekarang istrinya orang Arab, istrinya juga mengatakan demikian.
Jika masalah kristenisasi, ternyata yang berobat ke rumah sakit Yos Sudarso malah lebih banyak orang muslim, dan salah satu Kepala Wilayah di Kota Padang ini malah pernah menempuh pendidikan di sekolah kristen, namun tidak lantas menjadikannya kristen, buktinya beliau itu masih memimpin wirid mingguan anggota kantornya saban hari Jumat. Tiga setengah abad dijajah oleh Belanda juga tidak menjadikan mayoritas masyarakat Minangkabau menjadi kristen. Jadi soal kristenisasi ini sangat relatif sebenarnya, tapi memang akan langsung menjadi isu besar jika dihembuskan dalam ranah politik. Namun dampaknya setelah itu adalah, kita menjadi melupakan aspek-aspek logis lain dalam pembangunan. Bung Hatta proklamator yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Barat malah menempuh banyak pendidikannya di Belanda, namun tidak lantas menjadikannya seorang kristen begitu beliau pulang ke Indonesia.
Kita terkadang begitu senang akan sebuah kemasan sehingga terlanjur tidak peduli kepada apa isinya. Saya bisa mengatakan, kenapa mesti Siloam, ganti saja namanya menjadi yang berbau-berbau Minang sedikit, maka orang tidak akan peduli walau nyata-nyata ada kristenisasi di dalamnya. Namun orang-orang akan langsung bereaksi keras ketika namanya Siloam, walaupun tidak ada kristeniasasi di dalamnya. Satu hal lagi, rasanya Islam di Minangkabau ini, Kota Padang dan Sumatera Barat khususnya bukanlah hal yang bisa diperdagangkan, banyak ulama besar republlik ini yang lahir dari ranah Sumatera Barat ini, dan rasanya belum ada satu pendeta besar di republik ini yang datang dari Sumatera Barat. Rasanya belum serendah itu iman masyarakat Sumatera Barat.
Jika mau konsisten mari kita gugat juga izin berdirinya dealer-dealer mobil yang rata-rata juga tidak dimiliki oleh muslim tapi dimiliki oleh penganut Shinto. Kita gugat juga izin pengolahan sumber daya air untuk air kemasan yang nyata-nyata juga tidak dimilliki oleh muslim. Bisa ? Wallahualam...     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar