Permasalahan
pelik Lippo Group dengan rencana pembangunan Lippo Superblok dengan Rumah Sakit
Siloam sebagai salah satu itemnya tidak tuntas meski Fauzi Bahar telah
menyelesaikan jabatannya sebagai Walikota Padang. Permasalahan pelik ini
sebenarnya telah berubah bentuk dari permasalahan ekonomi menjadi permasalahan
politik.
Dari
sekian banyak rencana investor yang akan menanamkan investasinya di Kota
Padang, sebenarnya Lippo Group layak diapresiasi karena langsung memberikan
bukti nyata tindakan mereka dalam sebuah investasi. Namun yang menjadi
permasalahan kemudian hari adalah munculnya sebuah bola panas mengenai
kristenisasi yang digagas entah oleh siapa.
Sejarah
“terpilihnya” Lippo Group dalam berinvestasi di Kota Padang sebenarnya bukanlah
perkara mudah. Padang pasca gempa, perekonomian menurun dan kriminalitas
meningkat drastis. Dari sekian banyak pengusaha-pengusaha terkenal dan memiliki
modal besar di tanah air, hanya Lippo Group yang setuju untuk “mematikan”
modalnya di Kota Padang. Padang berada dalam salah satu titik terendah pada
saat itu, hampir sebagian besar dunia usaha sulit untuk bangkit pasca gempa
besar 2009 yang meluluhlantakan Kota Padang. Dapat dimengerti kenapa tidak
banyak investor yang bersedia “membuang” uangnya untuk kemudian luluh lantak
dihajar gempa di Kota Padang.
Namun
pada saat itu tidak ada jalan lain. Saya ingat pada saat itu, Fauzi selaku
Walikota sudah setengah mengemis kepada seluruh stakeholders Kota Padang baik yang berada di Kota Padang maupun
yang di perantauan. Masih teringat jelas bagi saya, bagaimana Walikota satu ini
“mengemis” di salah satu stasiun TV swasta hanya untuk membangun satu ruangan
kelas dari sebuah sekolah yang roboh total. Namun cara itu sedikit banyaknya
berhasil dan Kota Padang tercatat sebagai salah satu kota tercepat yang bisa
memulihkan dirinya dari bencana besar. Nama besar Kota Padang dalam penanganan
bencana itu masih terbawa sampai saat ini.
Jika
bangunan-bangunan publik bisa secepatnya direcovery,
tidak demikian dengan dunia usaha. Kriminalitas yang meninggi akibat banyaknya
pengangguran dadakan menjadi hal besar lain yang harus dicarikan jalan keluar
secepatnya. Jika tidak, stabilitas keamanan dan ketertiban Kota Padang berada
di ujung tanduk. Sekali jatuh dari tanduk itu, maka tidak akan mudah untuk
mengembalikan Kota Padang sebagai kota yang aman dan kota yang berpendidikan. Ditemuilah
beberapa investor yang berniat menanamkan investasinya di Kota Padang, yang
secara otomatis akan membuka lapangan kerja baru dan meningkatnya putaran uang.
Lippo
Group bukanlah satu-satunya yang ditawarkan untuk berinvestasi di Kota Padang
dengan semua kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Padang pasca gempa
saat itu, namun Lippo Group lah satu-satunya yang bersedia berjudi dengan nasib
bisnis mereka. Oleh karena itu, Fauzi ketika itu menekankan betul perlu adanya
sebuah kebijakan yang dapat mengakomodir warga Kota Padang dalam rencana
investasi Lippo Group tersebut. Seingat
saya disepakatilah bahwa 75% dari tenaga kerja yang nanti akan bekerja di Lippo
Superblok tersebut adalah warga Kota Padang, dan disepakati pula bahwa RS
Siloam akan menerima semua bentuk jaminan kesehatan mulai dari asuransi mewah
sampai askes dan kartu miskin. Sehingga jurang pengobatan antara si kaya dan
orang yang kurang mampu dapat diperkecil.
Urusan
Lippo Group ini menjadi polemik begitu Kota Padang akan memasuki masa
pemillihan Walikota periode selanjutnya. Fauzi yang disinyalir mendukung salah
satu pasangan calon tertentu diserang dengan isu kristenisasi dan sejenisnya. Walhasil,
pembangunan rumah sakit siloam dibatalkan dan info yang saya dengar terakhir
pusat perbelanjaan tetap jalan.
Pada
tulisan ini saya hanya ingin menggaris bawahi, bahwa tidak banyak investor yang
ingin berinvestasi di Kota Padang masa itu, sama halnya seperti tidak banyak
investor yang akan menanamkan uangnya di Suriah saat ini. Apakah anda akan
menanamkan uang anda di sebuah daerah yang siang malam dihujani bom ? Khusus
Kota Padang, apakah anda akan menanamkan uang anda di daerah yang potensi
tsunaminya tertinggi di dunia dan baru saja dihajar gempa besar ? Tidak hanya
anda, saya pun akan berpikir ulang. Oleh karena itu kesediaan Lippo Group seperti
sebuah harapan baru bagi perekonomian Kota Padang pada saat itu.
Masalah
kristenisasi, Kota Padang atau masyarakat Minang bukanlah tipe orang yang akan
berpindah keyakinan karena sekarton mie instant. Salah satu teman saya yang
pernah tinggal di Arab malah pernah mengatakan bahwa Minang ini sebenarnya
lebih Islam dari Bangsa Arab Saudi. Karena menurutnya tidak semua orang Arab
adalah muslim, tapi semua orang Minang pasti muslim, kebetulan sekarang istrinya
orang Arab, istrinya juga mengatakan demikian.
Jika
masalah kristenisasi, ternyata yang berobat ke rumah sakit Yos Sudarso malah
lebih banyak orang muslim, dan salah satu Kepala Wilayah di Kota Padang ini malah
pernah menempuh pendidikan di sekolah kristen, namun tidak lantas menjadikannya
kristen, buktinya beliau itu masih memimpin wirid mingguan anggota kantornya
saban hari Jumat. Tiga setengah abad dijajah oleh Belanda juga tidak menjadikan
mayoritas masyarakat Minangkabau menjadi kristen. Jadi soal kristenisasi ini
sangat relatif sebenarnya, tapi memang akan langsung menjadi isu besar jika
dihembuskan dalam ranah politik. Namun dampaknya setelah itu adalah, kita
menjadi melupakan aspek-aspek logis lain dalam pembangunan. Bung Hatta
proklamator yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Barat malah menempuh
banyak pendidikannya di Belanda, namun tidak lantas menjadikannya seorang
kristen begitu beliau pulang ke Indonesia.
Kita
terkadang begitu senang akan sebuah kemasan sehingga terlanjur tidak peduli
kepada apa isinya. Saya bisa mengatakan, kenapa mesti Siloam, ganti saja
namanya menjadi yang berbau-berbau Minang sedikit, maka orang tidak akan peduli
walau nyata-nyata ada kristenisasi di dalamnya. Namun orang-orang akan langsung
bereaksi keras ketika namanya Siloam, walaupun tidak ada kristeniasasi di
dalamnya. Satu hal lagi, rasanya Islam di Minangkabau ini, Kota Padang dan
Sumatera Barat khususnya bukanlah hal yang bisa diperdagangkan, banyak ulama
besar republlik ini yang lahir dari ranah Sumatera Barat ini, dan rasanya belum
ada satu pendeta besar di republik ini yang datang dari Sumatera Barat. Rasanya
belum serendah itu iman masyarakat Sumatera Barat.
Jika
mau konsisten mari kita gugat juga izin berdirinya dealer-dealer mobil yang
rata-rata juga tidak dimiliki oleh muslim tapi dimiliki oleh penganut Shinto. Kita gugat juga izin
pengolahan sumber daya air untuk air kemasan yang nyata-nyata juga tidak
dimilliki oleh muslim. Bisa ? Wallahualam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar