Selasa, 17 November 2015

Ah... Sudahlah...



Saya kehabisan kata-kata ketika melihat Walikota Padang masuk ke got membersihkannya dari sesampahan. Saya kurang tahu apa got itu dibersihkan sampai bersih atau tidak, tapi betul saya sangat terenyuh ketika melihat salah seorang pejabat negara dengan ringan tangan dan capek kaki untuk turun langsung ke dalam got itu.
Ya walaupun setelah saya lihat lebih lama, saya jadi bertanya sendiri, “Walikotanya sudah turun membersihkan sampah, kok anak buahnya malah masih berdiri di trotoar ya ?”. Waduh... sejenak saya berpikir, ini mungkin bukan di Padang, mungkin di negara barat. Tapi setelah saya lihat dan baca lagi, ternyata itu memang di Padang, Indonesia dan Asia Tenggara. Sesaat saya menyimpulkan, memang ada yang salah dengan tontonan saat ini, saya tidak menyangka adat ketimuran langsung lenyap seketika. Biasanya kita di timur ini, terutama di Indonesia diajarkan kalau melihat ada orang yang lebih tua sedang melakukan sesuatu, sebaiknya kita ikut membantu. Makanya dulu di film “Keluarga Cemara”, jika Euis pulang sekolah dan menemukan Ibunya sedang mencuci piring, dia akan langsung membantu ibunya begitu selesai meletakan tasnya. Sekarang ? Oh tidak... Apakah memang secepat ini kita kehilangan budaya kita ?
Saya juga bingung, apa Kota Padang tidak punya Dinas Kebersihan yang bisa dimintai pertanggungjawabannya mengenai kebersihan Kota Padang ini ? Ada berapa ratus pegawai yang ada di dinas itu ? Pada kemana mereka ? Sampai seorang Walikota masuk got ? Rasanya sama dengan anda melihat Ayah anda mengepel lantai, sementara anda sibuk menulis sambil minum kopi (percayalah, saya tidak separah itu). Saya sebagai warga Kota Padang tidak terima Walikota saya masuk got, sementara anak buahnya malah berdiri dengan gagah dan tersenyum di atas trotoar, kecuali kalau sama-sama masuk got, kan bisa gotong royong. Piye toh ? Zaman opo iki ? Edan sih boleh, tapi masa seedan ini ?
Sahabat-sahabat yang budiman (mulai serius), apa yang sebenarnya mahal dalam sebuah pekerjaan ? Ide ! Itulah kenapa Zuckerberg dibayar mahal, penulis buku mendapatkan royalti dan pemimpin mendapatkan gaji dan dana taktis yang tinggi pula. Khusus halnya pemimpin, kepada pemimpin itulah dititipkan cita-cita, melalui ide-ide brilian yang keluar dari kepalanya dan hasil dari studi bandingnya ke luar kota bahkan ke luar negeri itu (sayang belum ada keluar planet). Tapi kita sekarang sudah terlanjur salah kaprah, pemimpin dipandang merakyat kalau masuk got, tapi kebijakannya lebih liberal daripada negara asal liberalisme itu sendiri atau lebih komunis dibandingkan negara asal komunisme itu sendiri. Pemimpin dipandang hebat kalau menyampu halaman rumahnya sendiri sementara ide nihil. Kenapa pembodohan seperti itu dilakukan secara terus menerus dan masif ? Saya bisa menerima jika yang melakukan adalah pentolan partai politik, karena bisa jadi yang dilakukan ada tujuan tertentu, namun aparatur pemerintahan ? Diam ? Mendukung ? Ada puluhan bahkan mungkin ratusan tahun riwayat Indonesia ini ke dapan, anda gadaikan hanya untuk seseorang dengan masa jabatan lima tahun ?
Ah... Sudahlah... Euis mana ? Coba kasih contoh. Abah... Emak... Ah... sudahlah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar