Saya
kehabisan kata-kata ketika melihat Walikota Padang masuk ke got membersihkannya
dari sesampahan. Saya kurang tahu apa got itu dibersihkan sampai bersih atau
tidak, tapi betul saya sangat terenyuh ketika melihat salah seorang pejabat
negara dengan ringan tangan dan capek kaki untuk turun langsung ke dalam got
itu.
Ya
walaupun setelah saya lihat lebih lama, saya jadi bertanya sendiri, “Walikotanya
sudah turun membersihkan sampah, kok anak buahnya malah masih berdiri di
trotoar ya ?”. Waduh... sejenak saya berpikir, ini mungkin bukan di Padang,
mungkin di negara barat. Tapi setelah saya lihat dan baca lagi, ternyata itu
memang di Padang, Indonesia dan Asia Tenggara. Sesaat saya menyimpulkan, memang
ada yang salah dengan tontonan saat ini, saya tidak menyangka adat ketimuran
langsung lenyap seketika. Biasanya kita di timur ini, terutama di Indonesia
diajarkan kalau melihat ada orang yang lebih tua sedang melakukan sesuatu,
sebaiknya kita ikut membantu. Makanya dulu di film “Keluarga Cemara”, jika Euis
pulang sekolah dan menemukan Ibunya sedang mencuci piring, dia akan langsung
membantu ibunya begitu selesai meletakan tasnya. Sekarang ? Oh tidak... Apakah
memang secepat ini kita kehilangan budaya kita ?
Saya
juga bingung, apa Kota Padang tidak punya Dinas Kebersihan yang bisa dimintai
pertanggungjawabannya mengenai kebersihan Kota Padang ini ? Ada berapa ratus
pegawai yang ada di dinas itu ? Pada kemana mereka ? Sampai seorang Walikota
masuk got ? Rasanya sama dengan anda melihat Ayah anda mengepel lantai,
sementara anda sibuk menulis sambil minum kopi (percayalah, saya tidak separah
itu). Saya sebagai warga Kota Padang tidak terima Walikota saya masuk got, sementara
anak buahnya malah berdiri dengan gagah dan tersenyum di atas trotoar, kecuali
kalau sama-sama masuk got, kan bisa gotong royong. Piye toh ? Zaman opo iki
? Edan sih boleh, tapi masa seedan ini ?
Sahabat-sahabat
yang budiman (mulai serius), apa yang sebenarnya mahal dalam sebuah pekerjaan ?
Ide ! Itulah kenapa Zuckerberg dibayar mahal, penulis buku mendapatkan royalti
dan pemimpin mendapatkan gaji dan dana taktis yang tinggi pula. Khusus halnya
pemimpin, kepada pemimpin itulah dititipkan cita-cita, melalui ide-ide brilian
yang keluar dari kepalanya dan hasil dari studi bandingnya ke luar kota bahkan
ke luar negeri itu (sayang belum ada keluar planet). Tapi kita sekarang sudah
terlanjur salah kaprah, pemimpin dipandang merakyat kalau masuk got, tapi
kebijakannya lebih liberal daripada negara asal liberalisme itu sendiri atau
lebih komunis dibandingkan negara asal komunisme itu sendiri. Pemimpin dipandang
hebat kalau menyampu halaman rumahnya sendiri sementara ide nihil. Kenapa pembodohan
seperti itu dilakukan secara terus menerus dan masif ? Saya bisa menerima jika
yang melakukan adalah pentolan partai politik, karena bisa jadi yang dilakukan
ada tujuan tertentu, namun aparatur pemerintahan ? Diam ? Mendukung ? Ada
puluhan bahkan mungkin ratusan tahun riwayat Indonesia ini ke dapan, anda
gadaikan hanya untuk seseorang dengan masa jabatan lima tahun ?
Ah...
Sudahlah... Euis mana ? Coba kasih contoh. Abah... Emak... Ah... sudahlah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar