Minggu, 15 November 2015

Sepenggal Cerita Bersama Mahyeldi (catatan singkat dari ajudan yang bekerja singkat juga)


image:dakwatuna.com




Nah, karena blog ini bukan blog Pilgub, maka kali ini saya akan bercerita mengenai Walikota Padang saat ini, yang mana dulu ketika beliau menjabat sebagai Wakil Walikota saya sempat menjadi ajudannya. Tidak lama memang, tapi tentu ada cerita yang bisa sedikit saya bagi di sini. Kebetulan beliau ini juga bukan Calon Gubernur, setidaknya belum.
H. Mahyeldi ini memang pada dasarnya adalah politisi, tidak seperti Fauzi Bahar yang latar belakangnya adalah militer, Mahyeldi adalah Wakil Ketua DPR Propinsi Sumatera Barat sebelum menjabat sebagai Wakil Walikota hingga pada hari ini menjabat sebagai Walikota Padang.
Saya beruntung karena sempat mendampingi beliau ini pada masa awal-awal beliau menjabat sebagai Wakil Walikota. Selama saya mendampingi beliau ini, ada satu kisah menarik sebenarnya, yaitu cerita pada saat saya mendampingi beliau ini ke Jakarta untuk sebuah keperluan dinas. Setelah urusan dinas selesai, beliau  menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, untuk membeli sepasang sepatu.
Singkat cerita kami sampai di salah satu pusat perbelanjaan besar di Jakarta dan langsung menuju toko sepatu, awal datang ke pusat perbelanjaan ini, saya sebagai ajudan sudah mulai ketar-ketir, kenapa ? Anda tahu sendiri Jakarta, muda-mudi Jakarta berpakaian “lebih bebas” dari muda-mudi di kota lain di republik ini. Masalah saya adalah, saya harus menentukan rute mana di dalam mall ini yang kira-kira tidak banyak muda-mudinya, sehingga tidak merusak moodnya hari ini. Mahyeldi yang tentunya memegang nilai-nilai islam tentu sedikit tidak enak jika arus melihat pasangan muda-mudi yang berpegangan tangan, berpelukan dan semacamnya, sementara kita tahu sendiri pergaulan ibukota.
Bukan pekerjaan mudah untuk saya, karena hampir setiap mall diisi muda-mudi, jadi apapun lorong ataupun rute yang saya pilih sudah hampir pasti menemui muda-mudi dengan pakaian yang super seksi, tapi ya sudah, saya pilih yang paling minimal.
Cilaka tigable, ternyata rute dalam mall yang sudah saya rencanakan malah tidak digunakan oleh Pak Mahyeldi ini, beliau malah melangkah sendiri dan saya harus mengikuti di belakang, dan yang paling saya khawatirkan pun terjadi, beliau malah memilih lorong mall yang melewati studio bioskop. Hehehe... Anda tahu sendiri kalau muda-mudi yang akan menonton film biasanya duduk berduaan di kursi-kursi pojok yang disediakan. Saya mulai dag dig dug dhuer ! Walaupun wajahya agak berubah, tapi beliau lewati lorong itu dengan santai saja
Sampai di toko sepatu yang dituju, beliau langsung melihat-lihat sepatu yang kira-kira cocok untuknya, saya membantu untuk memanggilkan pramuniaga yang akan melayani beliau dalam mencari sepatu dan ukuran yang cocok. Mendadak beliau bertanya kepada saya,
“warna sepatu untuk pakaian dinas itu hitam apa cokelat ?”
saya jawab “bagusnya hitam Pak”
“Lho kenapa ?”
saya jelaskan lagi tentang filosofi warna sepatu yang dulu pernah dijelaskan kepada saya semasa mengikuti pendidikan,
“warna hitam filosofinya melambangkan hukum Pak, makanya sepatu PNS ataupun pejabat negara dianjurkan warna hitam, karena melambangkan bahwa kita berjalan di atas hukum dan peraturan yang berlaku”
Tidak mau kalah beliau malah balik nanya “ajudan yang satu lagi kok lebih sering pakai sepatu cokelat ?”
Ya sudah saya nyerah, mau bagaimana lagi, beliau langsung kasih studi kasus contoh nyata. Tapi menurut saya sepatu cokelat yang tengah dipegangnya itu memang sudah mencuri hatinya, sehingga ya... cokelat pun ndak masalah lah. Wakil Walikota kok, siapa yang mau mempermasalahkan itu ? Sekda ? Ya gak mungkinlah...
Akhirnya beliau tanya lagi mengenai sepatu cokelat yang sedang dipegangnya itu, “kalau ini bagaimana ?”
“Bagus Pak” jawab saya, karena memang sepatu itu bagus.
“Cocok ndak ?”
“Cocok Pak, kebetulan sepatu Pak Wali (Fauzi Bahar) mereknya juga itu Pak”. Oke setelah menunggu beberapa saat, maka sepatu dengan ukuran yang diiginkan pun datang. Sementara menunggu sepatu datang, saya diperintahkan untuk memilih sepasang sepatu untuk saya.
“Pilih Tom, cari yang pas” Kata Wawako ini pada saat itu.
Sudah jelas saya sungkan pada saat itu dan menolak dengan halus. “ndak usah Pak, sepatu saya masih bagus”
“ndak apa, pilih satu” ujarnya lagi
Saya pun masih menolak. Bukannya apa-apa menurut saya, ya ndak bagus dilihat kalau sepatu Wakil Walikota dan sepatu ajudannya mereknya sama. Lagian saya rasanya juga belum pantas pakai sepatu seperti itu, nanti saja kalau saya sudah jadi Wakil Walikota juga, saya beli sepatu itu juga, walaupun sebenarnya untuk ukuran sepatu di Jakarta juga ndak mahal-mahal amat.
Itu sepenggal cerita dari Mahyeldi yang dulu saya kenal, sekarang beliau ini sudah menjadi Walikota. Mungkin banyak hal sudah berubah, ada perubahan yang memang dari dirinya sendiri, mungkin lebih banyak perubahan dikarenakan lingkungan. Kalau dulu sih, jarang beliau ini salah mengeluarkan statement, ndak tahu sekarang. Mungkin dulu info yang diterima beliau ini apa adanya, mungkin sekarang sudah terlalu banyak bumbunya. Sudah terlalu banyak kepentingan yang dititipkan, sehingga tidak lagi jelas mana yang real mana yang “dititipkan”. Tapi biasalah... Manusia memang harus berubah, dan tiba masanya harus hijrah.

5 komentar:

  1. 3 T
    Terima kasih ... Terima Kasih ... Terima Kasih ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap Da... hehehe... lama tidak berjumpa, semoga Uda sehat-sehat... Amin...

      Hapus
  2. 3 T
    Terima kasih ... Terima Kasih ... Terima Kasih ....

    BalasHapus
  3. Kunjungan balik bang tom ke @maharadjo.wordpress.com

    BalasHapus