image:dakwatuna.com |
Nah,
karena blog ini bukan blog Pilgub, maka kali ini saya akan bercerita mengenai
Walikota Padang saat ini, yang mana dulu ketika beliau menjabat sebagai Wakil
Walikota saya sempat menjadi ajudannya. Tidak lama memang, tapi tentu ada
cerita yang bisa sedikit saya bagi di sini. Kebetulan beliau ini juga bukan
Calon Gubernur, setidaknya belum.
H.
Mahyeldi ini memang pada dasarnya adalah politisi, tidak seperti Fauzi Bahar
yang latar belakangnya adalah militer, Mahyeldi adalah Wakil Ketua DPR Propinsi
Sumatera Barat sebelum menjabat sebagai Wakil Walikota hingga pada hari ini
menjabat sebagai Walikota Padang.
Saya
beruntung karena sempat mendampingi beliau ini pada masa awal-awal beliau
menjabat sebagai Wakil Walikota. Selama saya mendampingi beliau ini, ada satu
kisah menarik sebenarnya, yaitu cerita pada saat saya mendampingi beliau ini ke
Jakarta untuk sebuah keperluan dinas. Setelah urusan dinas selesai, beliau menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu
pusat perbelanjaan di Jakarta, untuk membeli sepasang sepatu.
Singkat
cerita kami sampai di salah satu pusat perbelanjaan besar di Jakarta dan
langsung menuju toko sepatu, awal datang ke pusat perbelanjaan ini, saya
sebagai ajudan sudah mulai ketar-ketir, kenapa ? Anda tahu sendiri Jakarta,
muda-mudi Jakarta berpakaian “lebih bebas” dari muda-mudi di kota lain di
republik ini. Masalah saya adalah, saya harus menentukan rute mana di dalam
mall ini yang kira-kira tidak banyak muda-mudinya, sehingga tidak merusak
moodnya hari ini. Mahyeldi yang tentunya memegang nilai-nilai islam tentu
sedikit tidak enak jika arus melihat pasangan muda-mudi yang berpegangan
tangan, berpelukan dan semacamnya, sementara kita tahu sendiri pergaulan
ibukota.
Bukan
pekerjaan mudah untuk saya, karena hampir setiap mall diisi muda-mudi, jadi
apapun lorong ataupun rute yang saya pilih sudah hampir pasti menemui muda-mudi
dengan pakaian yang super seksi, tapi ya sudah, saya pilih yang paling minimal.
Cilaka tigable,
ternyata rute dalam mall yang sudah saya rencanakan malah tidak digunakan oleh
Pak Mahyeldi ini, beliau malah melangkah sendiri dan saya harus mengikuti di
belakang, dan yang paling saya khawatirkan pun terjadi, beliau malah memilih
lorong mall yang melewati studio bioskop. Hehehe... Anda tahu sendiri kalau
muda-mudi yang akan menonton film biasanya duduk berduaan di kursi-kursi pojok
yang disediakan. Saya mulai dag dig dug
dhuer ! Walaupun wajahya agak berubah, tapi beliau lewati lorong itu dengan
santai saja
Sampai
di toko sepatu yang dituju, beliau langsung melihat-lihat sepatu yang kira-kira
cocok untuknya, saya membantu untuk memanggilkan pramuniaga yang akan melayani
beliau dalam mencari sepatu dan ukuran yang cocok. Mendadak beliau bertanya
kepada saya,
“warna
sepatu untuk pakaian dinas itu hitam apa cokelat ?”
saya
jawab “bagusnya hitam Pak”
“Lho
kenapa ?”
saya
jelaskan lagi tentang filosofi warna sepatu yang dulu pernah dijelaskan kepada
saya semasa mengikuti pendidikan,
“warna
hitam filosofinya melambangkan hukum Pak, makanya sepatu PNS ataupun pejabat
negara dianjurkan warna hitam, karena melambangkan bahwa kita berjalan di atas
hukum dan peraturan yang berlaku”
Tidak
mau kalah beliau malah balik nanya “ajudan yang satu lagi kok lebih sering
pakai sepatu cokelat ?”
Ya
sudah saya nyerah, mau bagaimana lagi, beliau langsung kasih studi kasus contoh
nyata. Tapi menurut saya sepatu cokelat yang tengah dipegangnya itu memang
sudah mencuri hatinya, sehingga ya... cokelat pun ndak masalah lah. Wakil
Walikota kok, siapa yang mau mempermasalahkan itu ? Sekda ? Ya gak mungkinlah...
Akhirnya
beliau tanya lagi mengenai sepatu cokelat yang sedang dipegangnya itu, “kalau
ini bagaimana ?”
“Bagus
Pak” jawab saya, karena memang sepatu itu bagus.
“Cocok
ndak ?”
“Cocok
Pak, kebetulan sepatu Pak Wali (Fauzi Bahar) mereknya juga itu Pak”. Oke
setelah menunggu beberapa saat, maka sepatu dengan ukuran yang diiginkan pun
datang. Sementara menunggu sepatu datang, saya diperintahkan untuk memilih
sepasang sepatu untuk saya.
“Pilih
Tom, cari yang pas” Kata Wawako ini pada saat itu.
Sudah
jelas saya sungkan pada saat itu dan menolak dengan halus. “ndak usah Pak,
sepatu saya masih bagus”
“ndak
apa, pilih satu” ujarnya lagi
Saya
pun masih menolak. Bukannya apa-apa menurut saya, ya ndak bagus dilihat kalau
sepatu Wakil Walikota dan sepatu ajudannya mereknya sama. Lagian saya rasanya
juga belum pantas pakai sepatu seperti itu, nanti saja kalau saya sudah jadi
Wakil Walikota juga, saya beli sepatu itu juga, walaupun sebenarnya untuk
ukuran sepatu di Jakarta juga ndak mahal-mahal amat.
Itu
sepenggal cerita dari Mahyeldi yang dulu saya kenal, sekarang beliau ini sudah
menjadi Walikota. Mungkin banyak hal sudah berubah, ada perubahan yang memang
dari dirinya sendiri, mungkin lebih banyak perubahan dikarenakan lingkungan. Kalau
dulu sih, jarang beliau ini salah mengeluarkan statement, ndak tahu sekarang. Mungkin
dulu info yang diterima beliau ini apa adanya, mungkin sekarang sudah terlalu
banyak bumbunya. Sudah terlalu banyak kepentingan yang dititipkan, sehingga
tidak lagi jelas mana yang real mana
yang “dititipkan”. Tapi biasalah... Manusia memang harus berubah, dan tiba
masanya harus hijrah.
3 T
BalasHapusTerima kasih ... Terima Kasih ... Terima Kasih ....
Siap Da... hehehe... lama tidak berjumpa, semoga Uda sehat-sehat... Amin...
Hapus3 T
BalasHapusTerima kasih ... Terima Kasih ... Terima Kasih ....
Kunjungan balik bang tom ke @maharadjo.wordpress.com
BalasHapusSiap...!!!
Hapus