Oke,
sesuai dengan salah satu permintaan yang masuk ke admin, maka kali ini kita
akan membahas dinamika politik di daerah. Karena admin berasal dari Sumatera
Barat maka pembahasan kita kali ini mungkin lebih banyak mengenai dinamika
politik di daerah Sumatera Barat.
Politik
sebagai salah satu proses dalam menjalankan demokrasi yang berujung kepada
kekuasaan memiliki dinamika yang tidak terbatas. Idealnya politik harus dikenal
oleh seluruh lapisan masyarakat dengan pengetahuan yang memadai mengenai
politik itu sendiri. Dalam kondisi yang semestinya, yang harus melaksanakan
pendidikan politik adalah partai politik, namun bisa dikatakan belum ada partai
politik yang mampu memberikan pendidikan politik yang optimal kepada
masyarakat, malah terkesan partai politik lebih mirip dengan sebuah toko yang
baru buka menjelang lebaran (pilkada/pemilu). Kondisi seperti ini tentu
bukanlah kondisi terbaik.
Sebagaimana
yang kita ketahui bersama, politik hanyalah bagian dari proses demokrasi menuju
kekuasaan, lebih lanjut kekuasaan akan ditentukan oleh kotak suara yang
tersebar di ribuan TPS. Kotak suara inilah yang akan menentukan siapa dan dari
partai apa penguasa berikutnya. Kenapa saya katakan penguasa ? Secara ringkas
saya bisa katakan begini, ketahuilah selama tingkat partisipasi di setiap pesta
demokrasi itu rendah, maka tidak ada cerita kekuasaan berada di tangan rakyat
seperti janji manis demokrasi itu. Non sense kepada Vox Populi Vox Dei. Thomas Jefferson salah satu Presiden legendaris
AS pernah mengatakan, bahwa demokrasi tidak lebih dari sebuah gaya peraturan
mafia, karena pihak yang mendapatkan 51% akan mendominasi 49% lainnya.
Butuh
sekolah, daya juang dan integritas yang tinggi untuk berjuang dalam politik,
namun tujuan utama dari partai politik bukanlah memberikan pendidikan politik
kepada masyarakat, namun lebih kepada mengejar kekuasaan. Apakah anda yakin
partai politik memberikan pendidikan politik kepada anda ? Jika pun ada,
pendidikan politik macam apa yang diajarkan kepada anda ? bahwa dalam politik
semua halal ? Kita tidak bisa menutup mata bahwa tidak banyak masyarakat yang
peduli kepada politik. Setidaknya itulah yang tercermin di Sumatera Barat. Jika
belajar dari Pemilihan Walikota Padang tahun 2014 lalu, maka partisipasi
pemilih hanya mencapai 57 persen. Bisa anda bayangkan sendiri seperti apa
jadinya itu. Separuh masyarakat menggunakan hak suaranya untuk menentukan nasib
setengah masyarakat lainnya.
Kondisi
seperti disebutkan di atas, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh
kepada jalannya pemerintahan. Karena dengan rendahnya partisipasi pemilih, maka
pemerintahan yang dihasilkan pun memilliki legitimasi yang rendah. Namun keuntungan
bagi pemerintah adalah the show still go
on. Mau legitimasi rendah atau tinggi pun, pemerintah akan tetap berjalan,
yang jadi pertanyaan selanjutnya hanya seperti apa pemerintahan itu berjalan ?
Dibutuhkan
idealisme dan pendidikan yang mumpuni untuk mempelajari cara kerja politik. Hampir
di setiap pilkada kita mendengar kata-kata “fitnah”, “dizhalimi” dan “black
campaign” itu salah satu bukti rendahnya pengetahuan dan idealisme kita dalam
berpolitik, dan memang politisi-politisi pun tidak banyak yang memberikan
contoh baik.
Hampir
semua masyarakat membiacarakan politik jika telah memasuki masa Pilkada, tidak
di kantor, warung bahkan di jalan, namun mereka yang bersuara lantang di
warung-warung, kantor ataupun jalan-jalan malah terlambat bangun pagi untuk
memberikan hak suaranya ke TPS yang telah ditentukan. Miris, namun itulah
faktanya. Walhasil politik dan kekuasaan di daerah hanya untuk orang yang
benar-benar menganggap politik adalah sebuah perjuangan, sebuah jihad untuk
dimenangkan. Bagi sebagian besar lainnya, politik hanyalah pembicaraan warung
kopi yang kemudian melahirkan umpatan kepada pemerintah yang diyakininya tidak
mewakili dirinya, walaupun untuk memilih pemerintah yang akan mewakilinya pun
mereka tidak sempat.
“Don’t ask what your country
can give to you, but ask what you can give to your country”
lebih kurang itulah kalimat legendaris yang diucapkan oleh Presiden termuda
dalam sejarah AS Jhon Fitzgerald Kennedy dalam pidato pelantikannya. Jika tentara
mampu memberikan nyawanya untuk bangsa ini, apa susahnya bagi kita semua untuk
memberikan suara pada setiap proses demokrasi di negara ini. Setidaknya melalui
suara itulah kita titipkan harapan dan cita-cita suatu daerah, bangsa dan
negara ke depan. Wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar