Rabu, 28 Oktober 2015

PNS HARUS BERPOLITIK !



(image:beritatotabuan.com)


Menurut salah satu pakar ilmu manajemen George R Terry ada 5 hal yang mendasari dalam pengambilan keputusan, yaitu :
·         Intuisi
·         Pengalaman
·         Wewenang
·         Fakta
·         Rasional
Berdasarkan 5 dasar pengambilan keputusan itu saya bertanya-tanya, dasar mana yang diambil dalam mengambil keputusan haramnya politik bagi PNS. Karena begini di zaman yang katanya sudah serba demokrasi ini, kita dihadapi dalam pilihan, rapat dan keputusan politik setiap saat. Sial bagi orang-orang yang berprofesi sebagai PNS, TNI ataupun Polri, karena mereka tidak memiliki peluang dalam ikut berjuang bagi corps mereka dalam politik. Sementara keputusan kenaikan gaji PNS, kenaikan remunerasi Polri bahkan hingga keputusan menyatakan perang sekalipun adalah hasil keputusan politik.
Sebagai tulang-tulang dari penyelenggaraan negara yang terwujud dalam penyelenggaraan pemerintahan, mereka tidak memilliki hak untuk ikut serta dalam memperjuangkan visi mereka. Kenapa saya katakan visi ? Karena hampir semua orang akan berpendapat jika PNS diperbolehkan berpolitik dikhawatirkan mereka tidak akan netral dan kerap menuntut untuk kenaikan gaji atau tunjangan. Sementara ada begitu banyak aspek dibanding sekedar demo kenaikan gaji dari pegawai jika PNS diperbolehkan berpolitik. Sebagai PNS sudah hampir dipastikan mereka akan menjadi birokrat yang memahami seluk beluk pemerintahan, termasuk potensi, hambatan, tantangan yang dihadapi ke depan. Karena puluhan tahun mereka berkutat dengan hal seperti itu. Maka sedikit banyaknya mereka lebih paham akan tantangan dan visi ke depan, dibandingkan politisi yang bersifat karbitan, dan kerap terjebak pada visi-misi selama kampanye dan menyebabkan berubahnya arah pembangunan setiap 5 tahun, hal ini langsung memutus konsep pembangunan yang berkelanjutan. Dan yang seperti kita tahu, akhirnya banyak program pembangunan yang berjalan setengah-setengah.
 Terkadang kita terlebih dulu mengambil sebuah kesimpulan negatif dalam pengambilan keputusan, alhasil keputusan yang diambil pun didasarkan kepada prediksi yang negatif dan justru kerap mengabaikan kemungkinan-kemungkinan positif yang sebenarnya jauh lebih banyak. Tidak ada yang bisa memastikan apa alasan dibalik haramnya PNS dalam berpolitik, namun mungkin para petinggi di Jakarta sana memiliki pemikiran yang lain. Hal ini bertolak belakang seperti yang ada di zaman orde baru, dimana setiap elemen masyarakat memiliki perwakilan di lembaga poiitik terbesar di negeri ini DPR-RI. masih segar dalam ingatan keberadaan fraksi ABRI yang pada saat itu masih menjalankan dwi fungsi, dan memang pada zaman itu pembangunan berlangsung dengan tingkat kontinuitas yang tinggi, tentunya bukan tanpa alasan HM Soeharto dijuluki sebagai Bapak Pembangunan.
Dengan kejadian-kejadian miris yang menempa pemerintahan saat ini, baik dari tingkat pusat hingga ke daerah, tidakkah cukup layak kita meninjau kembali peraturan perundang-undangan yang mengharamkan PNS berpolitik ? Karena pada kenyataannya, diakui atau tidak PNS harus berpolitik. Jika saat ini PNS berpolitik secara tertutup dan sembunyi-sembunyi untuk tujuan pribadi berupa jabatan, kenapa PNS tidak boleh berpolitik untuk memperjuangkan ide-ide kreatif dan idealisnya secara terbuka ? Toh jika pengambilan keputusan haramnya PNS berpolitik itu hanya didasarkan atas dugaan atau intuisi semata, maka rasanya itu adalah dasar terendah yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Wassalam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar