(image:www.nairaland.com) |
Saya
selalu tertarik mengupas salah satu partai politik papan atas di Indonesia ini.
Bukan karena saya simpatisan atau kader partai ini, tidak sama sekali. Tapi partai politik yang satu ini seolah
bagaikan dua sisi koin dalam pandangan saya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
yang pada awal cikal bakalnya dinamakan Partai Keadilan.
Partai
yang satu ini bisa dikatakan konsisten dalam melaksanakan setiap agenda
politiknya. Hampir di daerah-daerah strategis, partai ini bercokol sebagai the rulling party alias partai yang
berkuasa. Sumatera Utara, Sumatera Barat bahkan DKI Jakarta sebagai Ibukota. Sebagai
Partai yang tergolong baru jika dibandingkan dengan dedengkot-dedengkot partai
politik di Indonesia seperti PDI, Golkar atau PPP, PKS mampu menunjukan sebuah
permainan atau katakanlah perjuangan yang konsisten. Menarik untuk dibahas apa
yang menjadikan partai yang katanya berjuang dengan jalan dakwah ini tetap
mampu mempertahankan konsistensinya, di tengah gonjang-ganjing dan eskalasi
politik yang meningkat di partai politik lain.
Hampir
tidak ada keributan yang berarti ketika PKS melakukan regenerasi unsur pimpinan
partai mereka. Baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah. Kondisi semacam
ini pun tidak mampu diraih oleh Golkar ataupun PPP yang tentunya sudah lebih
kenyang asam garam perpolitikan Indonesia. Golkar sibuk dengan dualisme
kepemimpinan antara Munas Bali dan Munas Ancol, pun demikian halnya dengan PPP.
PKS ? All is well, business as usual. Apa
kiranya yang menjadi resep partai yang satu ini ? Akan coba kita bahas sesuai
dengan pandangan dan analisa sederhana saya.
Sebagai
salah satu Partai yang menjadi rising
star di perpolitikan di Indonesia, PKS mampu menunjukan eksistensinya dari
awal berdiri hingga kini. Seketika saya teringat akan generasi emas raksasa
catalan, Barcelona FC. Hampir semua pecinta sepakbola mengenal Messi, Xavi,
Iniesta, Valdes, Puyol dan banyak lainnya. Dan hampir semua pecinta sepakbola
pun mengetahui bahwa nama-nama di atas adalah hasil jebolan La Masia, akademi
sepakbola Barcelona. Mereka membawa El Barca menguasai Eropa selama
bertahun-tahun.
Apa
hubungannya dengan PKS ? Lebih kurang PKS melakukan hal yang sama. Walaupun setahu
saya PKS belum membuka akademi atau sekolah politik, namun PKS mampu menjaring
generasi-generasi muda untuk direkrut sebagai kader dan ditanamkan ideologi
politik mereka. Bahkan saya menemui jika rekrutmen politik PKS sudah dimulai
sejak calon-calon kader mereka menempuh pendidikan di universitas. Tidak ada
partai politik lain yang mampu melakukan hal seperti ini, setidaknya belum ada
yang serapi dan terstruktur seperti PKS.
Disamping
rekrutmen kader yang terstruktur, PKS memilii semacam ideologi atau jalan
perjuangan yang memang dipegang teguh oleh setiap simpatisan dan kader. Tidak seperti
parpol lain yang amplitudo ideologi kadernya bisa sangat jauh, PKS memiliki
amplitudo ideologi yang sangat kecil dalam hal ideologi mereka. Kader-kader PKS
adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memperjuangankan kemenangan mereka
dalam pemilihan apa saja, tidak heran jika para kader dan simpatisan selalu
hadir di TPS-TPS, karena bagi mereka itu adalah tonggak dari perjuangan. Jadi dapat
disimpulkan para kader dan simpatisan PKS sudah memiliki pengetahuan yang
tinggi dalam bidang politik, karena di kotak suara lah sumber dari segala
kekuasaan, apakah itu kekuasaan politik, kekuasaan pemerintahan hingga kekuasaan
ekonomi. Dan sekali lagi belum ada partai politik lain yang mampu mengimbangi
militansi kader partai ini seperti yang disebutkan di atas.
Gerindra
mampu mencuri perhatian pada Pemilu yang dilakukan tahun 2014 lalu, namun
pandangan sederhana saya, itu semua dikarenakan figur Prabowo yang memang sulit
untuk dicari tandingannya. Pertanyaan saya mampukah Gerindra melakukan hal yang
sama saat Prabowo memutuskan pensiun dari dunia politik ? Sepertinya tidak. Berbeda
dengan PKS siapapun pimpinan mereka baik tingkat pusat ataupun daerah sangat
jarang menyebabkan terjadinya kekisruhan internal yang dapat melemahkan partai.
Itu dapat dilihat dari pergantian para presiden PKS. Dimulai dari Nur Mahmudi
Ismail hingga yang terakhir Sohibul Iman, semuanya melalui pergantian yang
mulus.
Pertanyaan
saya selanjutnya adalah, jika PKS sudah memperlihatkan diri mereka sebagai
partai yang paling terstruktur dan militan, apa yang sebenarnya menjadi
kelemahan partai ini ? Hampir seluruh masyarakat menghujat partai ini ketika
terjadinya kasus LHI dan kemudian yang terakhir kasus Gubernur Sumut Gatot Pujo
Nugroho. Apa yang salah di sini ? Terkait kasus korupsi, kita semua harus
sama-sama menyadari bahwa rata-rata korupsi hanya bisa dilakukan oleh the
rulling party alias partai yang berkuasa. Di zaman Pak Harto tidak ada kader
PDI yang korupsi karena mereka oposisi. Jika Demokrat saat ini banyak terlibat
kasus korupsi, itu karena merekalah partai yang berkuasa pada periode
sebelumnya. Begitu juga dengan PKS, karena mereka bagian dari koalisi. Intinya adalah,
bahwa the rulling party kerap
terjebak dengan kepentingan partai mereka sendiri dibandingkan terjebak dengan
kepentingan bangsa dan negara. Sudah menjadi pameo bahwa jika PKS berkuasa maka
yang akan menerima fasilitas paling banyak adalah kader mereka sendiri. Namun siapa
yang bisa menyalahkan itu ? Bukankah begitu gaya bangsa kita dalam berpolitik ?
Kebetulan kali ini yang melakukan adalah partai yang terkenal islami, makanya
hujatan pun terasa lebih berat. Tapi memang, dari sekian banyak partai yang
menjadi partai penguasa, terutama dari apa yang saya ihat di Sumatera Barat,
PKS memang yang paling dominan dalam infiltrasi ke bidang pemerintahan. Sehingga
tidak lagi objektif mana yang politik mana yang pemerintahan.
Kelemahan
selanjutnya menurut saya adalah, PKS telah menjelma menjadi sebuah perkumpulan
yang elit yang tidak terbuka kepada semua orang. Walhasil masyarakat yang tidak
terafiliasi kepada PKS akan lebih cenderung memilih menjadi lawan. Hal semacam
ini belum tentu terjadi di partai politik lain. Orang yang tidak mendukung
Gerindra belum tentu otomatis menjadi lawan mereka, sama halnya dengan Golkar.
Jika
kondisi seperti ini terus berlanjut, maka walaupun kerap terjebak dengan ideologi kepartaian yang di atas segalanya dan segala kelemahannya
sebagai partai politik bukan tidak mungkin PKS akan menjelma menjadi partai
papan atas yang sulit dicari tandingannya, khususnya di Sumatera Barat. Jika PAN
tetap dengan pemikiran tradisional dan kekompakan yang di bawah rata-rata, maka
Sumatera Barat tidak akan menjadi salah satu “daerah” PAN lagi. Tinggal berharap
kepada Golkar, sang Jenderal Tua yang masih kokoh berdiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar