Jumat, 30 Oktober 2015

DOMINASI PKS DI SUMATERA BARAT



(image:www.nairaland.com)

Saya selalu tertarik mengupas salah satu partai politik papan atas di Indonesia ini. Bukan karena saya simpatisan atau kader partai ini, tidak sama sekali.  Tapi partai politik yang satu ini seolah bagaikan dua sisi koin dalam pandangan saya. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang pada awal cikal bakalnya dinamakan Partai Keadilan.
Partai yang satu ini bisa dikatakan konsisten dalam melaksanakan setiap agenda politiknya. Hampir di daerah-daerah strategis, partai ini bercokol sebagai the rulling party alias partai yang berkuasa. Sumatera Utara, Sumatera Barat bahkan DKI Jakarta sebagai Ibukota. Sebagai Partai yang tergolong baru jika dibandingkan dengan dedengkot-dedengkot partai politik di Indonesia seperti PDI, Golkar atau PPP, PKS mampu menunjukan sebuah permainan atau katakanlah perjuangan yang konsisten. Menarik untuk dibahas apa yang menjadikan partai yang katanya berjuang dengan jalan dakwah ini tetap mampu mempertahankan konsistensinya, di tengah gonjang-ganjing dan eskalasi politik yang meningkat di partai politik lain.
Hampir tidak ada keributan yang berarti ketika PKS melakukan regenerasi unsur pimpinan partai mereka. Baik di tingkat pusat ataupun di tingkat daerah. Kondisi semacam ini pun tidak mampu diraih oleh Golkar ataupun PPP yang tentunya sudah lebih kenyang asam garam perpolitikan Indonesia. Golkar sibuk dengan dualisme kepemimpinan antara Munas Bali dan Munas Ancol, pun demikian halnya dengan PPP. PKS ? All is well, business as usual. Apa kiranya yang menjadi resep partai yang satu ini ? Akan coba kita bahas sesuai dengan pandangan dan analisa sederhana saya.
Sebagai salah satu Partai yang menjadi rising star di perpolitikan di Indonesia, PKS mampu menunjukan eksistensinya dari awal berdiri hingga kini. Seketika saya teringat akan generasi emas raksasa catalan, Barcelona FC. Hampir semua pecinta sepakbola mengenal Messi, Xavi, Iniesta, Valdes, Puyol dan banyak lainnya. Dan hampir semua pecinta sepakbola pun mengetahui bahwa nama-nama di atas adalah hasil jebolan La Masia, akademi sepakbola Barcelona. Mereka membawa El Barca menguasai Eropa selama bertahun-tahun.
Apa hubungannya dengan PKS ? Lebih kurang PKS melakukan hal yang sama. Walaupun setahu saya PKS belum membuka akademi atau sekolah politik, namun PKS mampu menjaring generasi-generasi muda untuk direkrut sebagai kader dan ditanamkan ideologi politik mereka. Bahkan saya menemui jika rekrutmen politik PKS sudah dimulai sejak calon-calon kader mereka menempuh pendidikan di universitas. Tidak ada partai politik lain yang mampu melakukan hal seperti ini, setidaknya belum ada yang serapi dan terstruktur seperti PKS.
Disamping rekrutmen kader yang terstruktur, PKS memilii semacam ideologi atau jalan perjuangan yang memang dipegang teguh oleh setiap simpatisan dan kader. Tidak seperti parpol lain yang amplitudo ideologi kadernya bisa sangat jauh, PKS memiliki amplitudo ideologi yang sangat kecil dalam hal ideologi mereka. Kader-kader PKS adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memperjuangankan kemenangan mereka dalam pemilihan apa saja, tidak heran jika para kader dan simpatisan selalu hadir di TPS-TPS, karena bagi mereka itu adalah tonggak dari perjuangan. Jadi dapat disimpulkan para kader dan simpatisan PKS sudah memiliki pengetahuan yang tinggi dalam bidang politik, karena di kotak suara lah sumber dari segala kekuasaan, apakah itu kekuasaan politik, kekuasaan pemerintahan hingga kekuasaan ekonomi. Dan sekali lagi belum ada partai politik lain yang mampu mengimbangi militansi kader partai ini seperti yang disebutkan di atas.
Gerindra mampu mencuri perhatian pada Pemilu yang dilakukan tahun 2014 lalu, namun pandangan sederhana saya, itu semua dikarenakan figur Prabowo yang memang sulit untuk dicari tandingannya. Pertanyaan saya mampukah Gerindra melakukan hal yang sama saat Prabowo memutuskan pensiun dari dunia politik ? Sepertinya tidak. Berbeda dengan PKS siapapun pimpinan mereka baik tingkat pusat ataupun daerah sangat jarang menyebabkan terjadinya kekisruhan internal yang dapat melemahkan partai. Itu dapat dilihat dari pergantian para presiden PKS. Dimulai dari Nur Mahmudi Ismail hingga yang terakhir Sohibul Iman, semuanya melalui pergantian yang mulus.
Pertanyaan saya selanjutnya adalah, jika PKS sudah memperlihatkan diri mereka sebagai partai yang paling terstruktur dan militan, apa yang sebenarnya menjadi kelemahan partai ini ? Hampir seluruh masyarakat menghujat partai ini ketika terjadinya kasus LHI dan kemudian yang terakhir kasus Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Apa yang salah di sini ? Terkait kasus korupsi, kita semua harus sama-sama menyadari bahwa rata-rata korupsi hanya bisa dilakukan oleh the rulling party alias partai yang berkuasa. Di zaman Pak Harto tidak ada kader PDI yang korupsi karena mereka oposisi. Jika Demokrat saat ini banyak terlibat kasus korupsi, itu karena merekalah partai yang berkuasa pada periode sebelumnya. Begitu juga dengan PKS, karena mereka bagian dari koalisi. Intinya adalah, bahwa the rulling party kerap terjebak dengan kepentingan partai mereka sendiri dibandingkan terjebak dengan kepentingan bangsa dan negara. Sudah menjadi pameo bahwa jika PKS berkuasa maka yang akan menerima fasilitas paling banyak adalah kader mereka sendiri. Namun siapa yang bisa menyalahkan itu ? Bukankah begitu gaya bangsa kita dalam berpolitik ? Kebetulan kali ini yang melakukan adalah partai yang terkenal islami, makanya hujatan pun terasa lebih berat. Tapi memang, dari sekian banyak partai yang menjadi partai penguasa, terutama dari apa yang saya ihat di Sumatera Barat, PKS memang yang paling dominan dalam infiltrasi ke bidang pemerintahan. Sehingga tidak lagi objektif mana yang politik mana yang pemerintahan.
Kelemahan selanjutnya menurut saya adalah, PKS telah menjelma menjadi sebuah perkumpulan yang elit yang tidak terbuka kepada semua orang. Walhasil masyarakat yang tidak terafiliasi kepada PKS akan lebih cenderung memilih menjadi lawan. Hal semacam ini belum tentu terjadi di partai politik lain. Orang yang tidak mendukung Gerindra belum tentu otomatis menjadi lawan mereka, sama halnya dengan Golkar.
Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka walaupun kerap terjebak dengan ideologi kepartaian yang di atas segalanya dan segala kelemahannya sebagai partai politik bukan tidak mungkin PKS akan menjelma menjadi partai papan atas yang sulit dicari tandingannya, khususnya di Sumatera Barat. Jika PAN tetap dengan pemikiran tradisional dan kekompakan yang di bawah rata-rata, maka Sumatera Barat tidak akan menjadi salah satu “daerah” PAN lagi. Tinggal berharap kepada Golkar, sang Jenderal Tua yang masih kokoh berdiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar