Sabtu, 24 Oktober 2015

NEGERINYA PARA SESEPUH



Tidak seperti zaman perjuangan kemerdekaan dulu, Indonesia saat ini tidak lagi menonjolkan sisi kepemudaan mereka untuk mengisi pembangunan bangsa. Seiring perubahan zaman, generasi muda sedikit demi sedikit telah kehilangan tempatnya dalam mengisi kemerdekaan negeri ini. kondisi ini cukup ironis mengingat pada zaman kemerdekaan dulu pemuda begitu mendapatkan porsi yang sangat besar dalam pergerakan bangsa. Bahkan hari kepemudaan ini diperingati secara khusus dengan tercptanya Sumpah Pemuda.
Tidak seperti tahun 40-an atau 60-an, pemuda Indonesia saat ini banyak seperti yang mati suri, mati ide, tidak terarah dan tidak bertujuan. Saat negeri kita mengeluh bahwa kita tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk bersaing dengan negara-negara lain, pemuda asal indonesia malah memiliki karir yang hebat di luar negeri. Apakah yang sebenarnya terjadi pada negeri yang kita cintai ini ?
Secara kasat mata, dapat kita lihat bahwa memang feodalisme bangsa ini belumlah hilang sepenuhnya, bahwa sudah tercipta suatu bentuk feodalisme baru dalam menilai seseorang. Hal ini tercermin pada tagline sebuah iklan rokok yang berbunyi “belum tua belum boleh bicara”, tagline tersebut seharusnya bisa cukup menyentil petinggi-petinggi negara ini dalam menjalankan penyelenggaraan negara. Namun tagline tersebut berlalu tanpa kesan.
Begitu sering kita mendengar kalimat “terlalu muda”. Kalimat itulah yang menjadi pengungkung bangsa ini untuk bisa memperoleh begitu banyak bakat, kreatifitas, dedikasi yang terpendam dari seorang pemuda. Hingga pada akhirnya mereka yang memiliki semua hal untuk sukses kecuali usia, dimanfaatkan oleh negara lain. Lebih menyakitkan lagi ternyata mereka mendapatkan tempat yang tidak mereka dapatkan di negeri mereka sendiri.
Dengan diundangkannya Undang-Undang ASN yang merupakan UU No 4 Tahun 2014, yang mana salah satu perubahannya adalah meningkatkan usia pensiun dari 56 tahun menjadi 58 tahun, secara tidak langsung juga kembali mengungkung potensi PNS dengan usia muda untuk memiliki pola kembang karir yang lebih baik. Sekali lagi mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka masih belum cukup usia untuk menduduki suatu jabatan tertentu, karena senior mereka belum memasuki masa pensiun. Apakah dapat dibenarkan usia menjadi salah satu patokan dan pola kembang karir seseorang ? Jika saja kita masih dalam masa penjajahan yang sangat dengan foedalisme mungkin hal itu sah-sah saja terjadi, namun dengan perkembangan zaman yang sudah terjadi apakah hal itu masih relevan untuk diterapkan ? Tidak semua orang yang lebih tua juga lebih dewasa dalam bertindak. Tidak semua orang yang lebih tua lebih bertanggung jawab dalam bekerja. Bahkan juga tidak sedikit mereka yang sudah begitu senior malah memiliki mental kerja seperti anak TK. Layakah kita mengorbankan begitu banyak potensi, kreatifitas, integritas dan dedikasi yang dimiliki oleh seorang pemuda, hanya untuk memberikan fasilitas kepada mereka yang lebih tua dan senior hanya karena mereka terlahir lebih dulu ?
Amerika yang katanya menjadi kiblat kita dalam berdemokrasi bahkan sudah lama meninggalkan “diskriminasi usia” ini dalam menentukan pola karir seseorang. Apakah ada yang menyadari bahwa konseptor pidato seorang Presiden AS yang begitu berkuasa ternyata hanyalah seorang pemuda berusia 26 tahun ? Napoleon Bonaparte menjadi Jenderal pada usia 28 tahun, dan hingga saat ini dikenal sebagai kaisar dan pemimpin terbesar Perancis sepanjang masa.
Jika kita hanya akan tetap menjadi bangsa status quo, maka tidak heran akan semakin banyak para pemuda potensial kita memilih untuk mengambil kesempatan mereka untuk mengabdi di negeri orang, karena ternyata ibu pertiwi mereka sendiri tidak pernah memberikan kesempatan yang mereke butuhkan untuk mengabdi dan dihargai dengan layak. Ternyata tidak selamanya ibu tiri bersifat kejam, karena ternyata Singapura, China, AS dan banyak negara lainnya telah menjadi ibu tiri yang baik kepada para pemuda kita untuk maju. Wassalam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar