Tidak
seperti zaman perjuangan kemerdekaan dulu, Indonesia saat ini tidak lagi
menonjolkan sisi kepemudaan mereka untuk mengisi pembangunan bangsa. Seiring
perubahan zaman, generasi muda sedikit demi sedikit telah kehilangan tempatnya
dalam mengisi kemerdekaan negeri ini. kondisi ini cukup ironis mengingat pada
zaman kemerdekaan dulu pemuda begitu mendapatkan porsi yang sangat besar dalam
pergerakan bangsa. Bahkan hari kepemudaan ini diperingati secara khusus dengan
tercptanya Sumpah Pemuda.
Tidak
seperti tahun 40-an atau 60-an, pemuda Indonesia saat ini banyak seperti yang
mati suri, mati ide, tidak terarah dan tidak bertujuan. Saat negeri kita
mengeluh bahwa kita tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk
bersaing dengan negara-negara lain, pemuda asal indonesia malah memiliki karir
yang hebat di luar negeri. Apakah yang sebenarnya terjadi pada negeri yang kita
cintai ini ?
Secara
kasat mata, dapat kita lihat bahwa memang feodalisme bangsa ini belumlah hilang
sepenuhnya, bahwa sudah tercipta suatu bentuk feodalisme baru dalam menilai
seseorang. Hal ini tercermin pada tagline sebuah iklan rokok yang berbunyi
“belum tua belum boleh bicara”, tagline tersebut seharusnya bisa cukup
menyentil petinggi-petinggi negara ini dalam menjalankan penyelenggaraan
negara. Namun tagline tersebut berlalu tanpa kesan.
Begitu
sering kita mendengar kalimat “terlalu muda”. Kalimat itulah yang menjadi
pengungkung bangsa ini untuk bisa memperoleh begitu banyak bakat, kreatifitas,
dedikasi yang terpendam dari seorang pemuda. Hingga pada akhirnya mereka yang
memiliki semua hal untuk sukses kecuali usia, dimanfaatkan oleh negara lain.
Lebih menyakitkan lagi ternyata mereka mendapatkan tempat yang tidak mereka
dapatkan di negeri mereka sendiri.
Dengan
diundangkannya Undang-Undang ASN yang merupakan UU No 4 Tahun 2014, yang mana
salah satu perubahannya adalah meningkatkan usia pensiun dari 56 tahun menjadi
58 tahun, secara tidak langsung juga kembali mengungkung potensi PNS dengan
usia muda untuk memiliki pola kembang karir yang lebih baik. Sekali lagi mereka
harus menerima kenyataan bahwa mereka masih belum cukup usia untuk menduduki
suatu jabatan tertentu, karena senior mereka belum memasuki masa pensiun.
Apakah dapat dibenarkan usia menjadi salah satu patokan dan pola kembang karir
seseorang ? Jika saja kita masih dalam masa penjajahan yang sangat dengan
foedalisme mungkin hal itu sah-sah saja terjadi, namun dengan perkembangan
zaman yang sudah terjadi apakah hal itu masih relevan untuk diterapkan ? Tidak
semua orang yang lebih tua juga lebih dewasa dalam bertindak. Tidak semua orang
yang lebih tua lebih bertanggung jawab dalam bekerja. Bahkan juga tidak sedikit
mereka yang sudah begitu senior malah memiliki mental kerja seperti anak TK.
Layakah kita mengorbankan begitu banyak potensi, kreatifitas, integritas dan
dedikasi yang dimiliki oleh seorang pemuda, hanya untuk memberikan fasilitas
kepada mereka yang lebih tua dan senior hanya karena mereka terlahir lebih dulu
?
Amerika
yang katanya menjadi kiblat kita dalam berdemokrasi bahkan sudah lama
meninggalkan “diskriminasi usia” ini dalam menentukan pola karir seseorang.
Apakah ada yang menyadari bahwa konseptor pidato seorang Presiden AS yang
begitu berkuasa ternyata hanyalah seorang pemuda berusia 26 tahun ? Napoleon
Bonaparte menjadi Jenderal pada usia 28 tahun, dan hingga saat ini dikenal
sebagai kaisar dan pemimpin terbesar Perancis sepanjang masa.
Jika
kita hanya akan tetap menjadi bangsa status quo, maka tidak heran akan semakin
banyak para pemuda potensial kita memilih untuk mengambil kesempatan mereka
untuk mengabdi di negeri orang, karena ternyata ibu pertiwi mereka sendiri
tidak pernah memberikan kesempatan yang mereke butuhkan untuk mengabdi dan
dihargai dengan layak. Ternyata tidak selamanya ibu tiri bersifat kejam, karena
ternyata Singapura, China, AS dan banyak negara lainnya telah menjadi ibu tiri
yang baik kepada para pemuda kita untuk maju. Wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar