Minggu, 06 Desember 2015

DAGELAN PSIKOLOGI POLITIK (Edisi Ahli Psikologi)



Berhubungan dengan kehebohan masalah “ahli psikologi” yang sedang berpolitik di sosial media, yang menghadirkan puluhan komentar, baik komentar yang masih ada, ataupun komentar yang sudah dihapus, maka melalui tulisan kali ini, saya dengan pengetahuan saya yang tidak terlalu tinggi akan coba mengulasnya secara umum. Tapi patut dicatat terlebih dahulu saya belumlah “ahli politik” apalagi “ahli psikologi”. Saya hanya tahu norma-norma yang berlaku umum dalam kehidupan bermasyarakat.
Psikologi secara umum adalah ilmu yang mempelajari karakteristik, pikiran dan perilaku manusia. Sementara politik adalah ilmu yang mempelajari mengenai kekuasaan, cara mendapatkannya, cara menggunakannya dan cara mempertahankannya. Lalu apa hubungannya antara psikologi dan politik ? Pada satu titik dua disiplin ilmu ini akan bertemu dan menjadi satu. Politik yang berbicara mengenai kekuasaan individu atau kelompok manusia, sementara psikologi berbicara mengenai fenomena perilaku, karakter dan pikiran manusia yang memegang kekuasaan itu.
Adalah sebuah foto yang menggambarkan seorang calon gubernur Propinsi Sumatera Barat yang juga ahli psikologi terlihat sedang memberikan sebuah pengarahan di hadapan para guru TK dan PAUD yang bertempat di sebuah bangunan pemerintah, Palanta Rumah Dinas Walikota Padang. Tidak ada yang salah rasanya jika hal itu dilakukan oleh seorang Gubernur yang “ahli psikologi” atau seorang yang tidak sedang ikut pencalonan Gubernur tapi memang seorang yang ahlli psikologi. Sama halnya jika acara tersebut diselenggarakan setelah tanggal 9 Desember 2015 ini maka tidak akan menghadirkan sebuah polemik di media sosial.
Secara psikologi, rasanya seorang yang ahli psikologi tentu paham bahwa kegiatan itu kurang elok rasanya dilaksanakan. Hal itu sama halnya dengan anda datang makan siang ke rumah orang yang sedang berpuasa. Boleh ? Ya tentu boleh saja. Etis ? hhmmm... silahkan anda nilai sendiri. Seperti yang saya katakan sebelumnya, ada ribuan jawaban yang bisa diberikan untuk kejanggalan kegiatan yang menghadirkan salah satu calon gubernur yang didukung oleh partai dakwah itu. Dan memang terbukti, jawabannya adalah calon gubernur ini diundang sebagai ahli psikologi, bukan sebagai seorang Calon Gubernur. Kalau anda ingin tertawa, saya sangat mempersilahkan...
Hubungannya dengan politik. Politik dewasa ini sangat kental dengan nuansa menghalalkan segala cara. Anda dihalalkan menuduh saudara seiman dengan sebutan sesat, kafir, kristenisasi dan segala macam demi mencapai tujuan politik anda. Persis sama ketika zaman PKI masih ada di Indonesia yang bisa seenaknya memberikan julukan kabir (kapitalis birokrat), antek atau agen imperialis kepada lawan politiknya. Jadi secara psikologi, hal ini sebenarnya bertentangan, karena secara psikologis, seorang calon akan tahu dan paham bahwa perbuatannya akan terasa janggal, tapi secara politis hal itu halal saja dilakukan.
Dalam hal ini, bagi saya pasangan calon yang bertingkah seperti ini sama saja dengan Amerika Serikat yang selalu setia dengan standar gandanya. Jika pelaku penembakan adalah muslim maka akan dicap teroris, jika pelaku penembakan non muslim maka akan dianggap kejahatan kriminal biasa. Jika bom meledak di Paris dan menewaskan anak kecil maka akan dianggap teror, jika mereka mengirimkan bom ke Suriah maka itu dipandang sebagai tindakan heroik.
Saya melihat seseorang menuliskan kalimat, “Astaghfirullah, zaman sekarang ini masih ada yang berburuk sangka, segera istighfar dan seterusnya...” lebih kurang kalimatnya seperti itu. Pertanyaan saya, apakah tuan yang satu ini benar-benar muslim, atau hanya menjadi seorang muslim bagi hal yang menguntungkan baginya. Apakah memang tuan ini memiliki pengetahuan agama yang begitu tinggi, atau memang tuan ini hanya menganggap jutaan orang lain yang ada di Sumatera Barat ini sebagai pinokio (boneka kayu) saja ?
Jika seseorang menuduh salah satu calon gubernur melakukan kampanye terselubung yang difasilitasi oleh pemerintah kota, maka itu dianggap berburuk sangka. Namun jika pihak calon gubernur yang berkuasa ini menuduh pasangan calon lainnya dengan banyak hal buruk lainnya maka itu dipandang biasa saja ? Apakah itu tidak tergolong dalam buruk sangka juga ? Tentu saja tidak, karena anda sedang berkuasa bukan ? Dan tentu anda tidak akan menganjurkan orang yang sedang berkuasa ini untuk istighfar juga bukan ? Ah tuan... Tidak perlu menjilat untuk terlihat, tidak perlu mengonggong untuk ditolong dan tidak perlu menggigit untuk terlihat setia. Hidup tidaklah seanjing itu tuan...
Secara psikologis anda tahu yang anda lakukan janggal, tapi kemudian anda membiasakannya dan menganggap orang lain telah berburuk sangka. Di sisi lain anda tahu bahwa sebuah fakta telah anda putar balikan, dan anda memandangnya sebagai jihad ? Ah... Untung saja dulu saya tidak mengambil jurusan psikologi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar